Assalamualaikum Wr. Wb.
Halo temen-temen, gimana kabarnya? Ada cerita apa hari ini?
Aku berharap semoga temen-temen sehat selalu, hidupnya bisa diberikan kemudahan, mendapat ridho dan barokah dari Allah SWT. Aamiin.
Seperti yang tertera pada judul, kali ini aku akhirnya bisa menceritakan pengalaman yang sangat menakjubkan. Kami (keluarga dan aku) sama sekali TIDAK PERNAH MENGIRA untuk bisa pergi umroh. Sebagai informasi kami BUKAN keluarga kaya raya, kami adalah keluarga ekonomi menengah, kami juga pernah hidup sangat susah, sering direndahkan oleh orang lain dan pekerjaan orang tua aku juga bukan termasuk pekerjaan dengan jabatan tinggi ataupun memiliki pengaruh. Orang tua aku khususnya ayah aku bekerja sebaga pegawai swasta dengan gaji yang setara dengan UKT kuliah aku TT. Ibu aku adalah ibu rumah tangga. Keluarga kami memiliki bisnis kecil (aku pernah sedikit kasih bocoran di tulisan aku sebelumnya tentang bisnis keluarga aku) bisnis kecil ini membuat kami mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok dan sekunder keluarga kami. Kakakku sendiri bekerja sebagai freelancer kepenulisan yang baru merintis karirnya. Sedangkan aku, saat ini berstatus sebagai mahasiswi semester 8 yang sedang memiliki cobaan mengerjakan skripsi.
Ayah dan ibu aku sangat bekerja keras, jika orang bekerja dengan kecepatan 100 kali maka keluarga kami bekerja berlipat-lipatnya. Ayah aku adalah orang yang optimis, beliau suka untuk merencanakan atau membuat target tertentu yang harus dicapai terkhususnya cita-cita beliau untuk pergi umroh. Sedangkan ibu, beliau selalu mendukung dan dengan tulus membantu ayah aku untuk mencapat target dan cita-cita nya. Begitupun dengan aku dan Kakakku.
Disini aku tidak bisa membagikan lebih banyak terkait latarbelakang keluargaku karena ini termasuk ranah privasi kami. Jadi aku pikir sudah cukup untuk memberikan sebuah gambaran latarbelakang dan perjuangan kami untuk bisa meningkatkan taraf kehidupan kami khususnya pergi umroh.
***
Sekitar bulan pertengahan bulan februari tahun 2020 , waktu itu aku masih duduk di semester 3 sebelum adanya pandemi covid-19. Aku mendapat kabar dari ibu aku kalau kami akan pergi umroh. Saat itu aku merasa "ah, paling iseng", "ngga mungkin", "paling hanya cita-cita ayah aja." Jadi waktu itu, aku sendiri 'biasa aja'. Pada tahun itu, aku masih di kosan (kota rantauan) jadi aku tidak begitu tahu persis bagaimana dan apa yang terjadi selama di rumah. Oh iya, kenapa kok aku kesannya 'biasa aja', ya karena ayah aku itu sering banget asal ngucap, katanya kalo punya uang dari usaha ini mau buat ini-itu, nanti kalo bikin usaha A omsetnya sekian habis itu dikembangin dapet sekian kalo untung nanti diputerin lagi uangnya buat bikin ini-itu padahal pas ngomong kayak gitu kami ngga ada uang 'segitu'. Banyak deh, "cita-citanya" kalo bahasa kasarnya "ngibul". Astagfirullah. Tapi, meskipun gitu, banyak juga yang kecapai, emang ngga dalam waktu dekat, tapi bisa jadi 1, 2, 3, 4 atau tahun berikutnya, satu-satu tercapai. Hebatnya disitu.
Aku pun masih terusin kuliah aku seperti biasa. Sampai suatu hari entah hari keberapa, ternyata ibu aku telpon kalau kami sekeluarga betul-betul pergi umroh di tanggal 26 Februari 2020 (kalo aku ngga salah inget). Aku agak syok, karena yang awalnya aku pikir "bohong" ternyata terjadi. Tapi, sejujurnya aku masih ngga percaya dan selalu mempertanyakan "kelayakan" aku "keimanan dan ketaqwaan" aku pada Allah, "apakah aku pantas untuk pergi umroh?"
Oh iya, berhubung dari cari, pembayaran, pelunasan dan keberangkatan umroh hanya dilakukan sekitar 3 minggu karena dadakan banget nget nget kami pergi umrohnya jadi ibu aku yang lakuin proses ini-itu bener-bener pontang-panting buat melengkapin persyaratannya. Saking TIDAK MENGIRANYA.
Bahkan aku diberi waktu seminggu buat ngurusin surat izin tidak mengikuti perkuliahan. Waktu itu aku sendiri pun juga akhirnya memberitahu bagian jurusan, kaprodi, para dosen pengampu kuliah dan sejujurnya untuk teman kelas hanya yang terdekat aja yang tahu kalau aku umroh.
Setelah selesai perizinan kuliah, aku pulang ke kota asal untuk mengurus vaksin meningitis yang seharusnya dilakukan jauh sebelum hari keberangkatan. Awalnya aku tidak boleh vaksin karena efek vaksinnya baru berguna saat aku pulang ke Indonesia, sampai akhirnya setelah selesai vaksin meningitis aku diberikan obat yang harus aku minum setelah pulang dari Arab Saudi.
Tentu saja, dengan waktu sesingkat itu bukan hal yang mudah bagi kami untuk mempersiapkan banyak hal dari mulai pakaian serba putih, deker, sarung tangan khusus untuk menutupi punggung tangan bagi perempuan, masker medis, kerudung panjang, obat-obatan dan berbagai hal lainnya. Bisa dibilang uang kami sudah habis untuk pembayaran umroh. Jadi, printilan ataupun barang-barang umroh kami mendapatkan pinjaman dari saudara dan para eyang-eyang aku yang pernah pergi haji&umroh. Bahkan untuk penukaran mata uang dari rupiah ke riyal kami hanya memiliki 3 juta rupiah yang mana itu sangat ngepress untuk biaya hidup di Arab Saudi yang mana 1 riyalnya adalah 4 ribu rupiah dengan rata-rata minimum pengeluaran adalah 10 riyal yaitu sekitar Rp. 40.000.
Berhubung umroh kami dadakan dan dengan keuangan yang menipis kami pun juga hanya bisa mengadakan syukuran kecil-kecilan dengan para warga dan mengundang ustadz untuk mendoakan kebarakahan acara kami.
Di hari H keberangkatan, kami hanya di dampingi oleh dua eyang dari saudara jauh kami yang datang kerumah. Sementara saudara dekat kami yang lain belum bisa datang karena umroh kami yang "dadakan" sehingga sulit bagi keluarga besar kami untuk datang karena mereka masih terbebani urusan pekerjaan, biaya perjalanan, belum juga fisik dan tenaga yang harus mereka keluarkan serta banyak juga para saudara jauh yang belum tahu kalau kami pergi umroh.
Pada tahun 2020 itu, kami sekeluarga pergi menggunakan transportasi online, berangkat dari rumah sekitar pukul 13.00 siang dengan jadwal keberangkatan pukul 14.00 siang di hari Minggu kalau tidak salah.
Disinilah letak ketidakpercayaan kami, tentang apa yang terjadi, segala hal yang tadinya seperti mimpi semakin membuat kami merasa seperti mimpi di siang bolong. Waktu itu, pandemi covid 19 sudah mulai merebak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tepat di hari itu, saat para jamaah umroh berkumpul untuk acara pelepasan, ketua pengurus biro memberikan kami pernyataan pahit, bahwa tepat di hari keberangkatan kami, pemerintah Saudi Arabia akan memberikan keputusan terkait dengan proses keberangkatan haji&umroh seluruh dunia, apakah diperbolehkan atau tidak sehingga jika dari pihak Arab Saudi tidak memberikan izin maka seluruh jamaah haji&umroh terpaksa mengalami penundaan proses umroh&haji. Pada saat itu, pihak biro memberikan keputusan untuk tetap memberangkatkan jamaah umroh namun dengan catatan jika "tidak diperbolehkan oleh Arab Saudi maka dengan terpaksa pihak biro pun akan memulangkan kembali jamaah umroh dan para jamaah umroh diharapkan untuk menunggu keputusan selanjutnya dari pemerintah Arab Saudi."
Dengan harapan yang bisa dibilang kecil, kami khususnya para jamaah umroh pun memasuki bis, mengucapkan perpisahan, melambaikan tangan, menyandungkan kalimat Allah, 'labaikkala huma labaikk labaikkala syari kalla kalla baik' di sepanjang perjalanan sampai tibalah kami di dekat pintu masuk tol. Pihak biro mendapatkan kabar, bahwa pihak Arab Saudi telah memberikan keputusan bahwa Arab Saudi tidak menerima jamaah Umroh&haji sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukkan akibat pandemi covid 19
Tentu saja, pengumuman terkait keputusan pemerintah arab saudi mengenai penundaan umroh&haji menjadi topik utama khususnya di Indonesia. Sebagian besar stasiun TV menyiarkan kabar itu. Lalu, kami, bagaimana dengan kami para jamaah umroh yang sudah menaiki bus dan sudah siap untuk pergi umroh?
Tentu saja, rasanya bagai petir yang menyambar, bahkan langit pun tahu bahwa waktu itu adalah kabar paling mengecewakan bagi kami. Waktu itu cuaca berubah hujan deras ketika aku dan keluargaku pulang kerumah sambil menyaksikan siaran berita penundaan umroh yang terjadi tepat di hari keberangkatan kami.
Tak hanya itu, baik aku maupun keluargaku mendapatkan banyak sekali pertanyaan tentang kepastian berita kala itu. Bahkan pihak jurusan dikampusku juga mengirimkan pesan pertanyaan padaku mengenai kabar berita itu.
Setelah seminggu berlalu, kami pun kembali melanjutkan aktivitas kami, ayah pergi bekerja dan aku pun kembali kuliah. Ditengah pandemi yang mulai meninggi, kebijakan-kebijakan baru dan sebagainya. Ditambah berbagai pertanyaan terkait dengan "penundaan umroh kami" menjadi topik utama ketika aku dan keluargaku kembali ke lingkungan masyarakat.
Ada banyak respon orang-orang yang mendengar cerita ini, ada yang berempati, ada yang tidak percaya, ada yang membanding-bandingkan, ada yang bilang penundaan itu hanya akal-akalan biro untuk menipu kami, ada yang bilang kami terkena kasus penipuan biro dan sebagainya.
Ketidakjelasan ini berlangsung bahkan sampai dua tahun kemudian. Asumsi-asumsi negatif yang sudah berkembang tentang penundaan umroh keluarga kami semakin negatif terdengar, terutama asumsi penipuan yang membuat keluarga kami semakin berkecil hati dan diliputi rasa tidak percaya diri akibat asumsi "takut jadi korban penipuan". Padahal dari pihak arab saudi sendiri juga tidak memberikan kejelasan mengenai definisi "penundaan umroh&haji sampai batas waktu yang tidak ditentukan" itu. Sehingga dari pihak biro sendiri belum berani memberikan keputusan karena disisi lain kebijakan pemerintah Arab Saudi yang sering sekali berubah-ubah TANPA pemberitahuan apapun.
Dua tahun mungkin juga sudah cukup membuat orang-orang ataupun teman teman kami lupa bahwa kami akan menunaikan umroh atau justru saudara-saudara kami yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu bahwa kami akan pergi umroh.
Selain itu, sebenarnya ada hikmah besar yang bisa kami ambil khususnya aku pribadi. Pertanyaan apakah aku layak, ketaqwaan ku dan keimanan ku pada Allah, dan rasa pantas diriku untuk menginjakkan kakiku di baitullah dan mengunjungi makam Rasulullah? Sedikit memberikan aku kelegaan hati. Bukan berarti aku sudah suci atau tanpa dosa tapi, dengan ditundanya umroh serta berbagai hal yang sedikit demi sedikit terjadi melalui berbagai cobaan dari Allah membuat aku sadar bahwa selama ini aku sudah berjalan terlalu jauh dari Allah dan dengan begitu aku pun aku sadar bahwa aku harus belajar untuk lebih dekat dengan Allah. Belajar untuk lebih mencintai Allah, Rasulullah dan agamaku lebih dari aku mencintai diriku sendiri.
Dari segi finansial serta persiapan yang sebelumnya serba dadakan kami bisa lebih banyak bersiap diri, kami juga lebih banyak belajar mengenai proses ibadah, kondisi di lapangan terkhususnya di Madinah yaitu masjid Nabawi, Raudhah, dan makam Rasulullah, lalu di Makkah, khususnya di Masjidil Haram dan ka'bah terakhir belanja oleh-oleh serta kebudayaan Arab. Secara fisik dan juga psikis kami mulai memperbaiki sedikit sedikit.
Para keluarga yang sebelumnya belum bisa datang di hari pelepasan umroh juga akhirnya bisa datang dan segala hal lain yang sebelumnya tidak ada kesempatan menjadi ada.
Meskipun begitu, sisi negatifnya adalah, kami juga kehilangan moment dimana penantian dua tahun membuat kedua Eyang dari pihak Ayah dan Ibu tidak bisa menyaksikan kami pergi Umroh karena mereka telah meninggal dunia di tahun 2021 yang mana bagi kedua orang tuaku keberangkatan Umroh kami bisa memberikan rasa bangga tersendiri bagi kedua eyangku.
Kami juga mengalami kerugian karena oleh-oleh yang kami simpan ternyata sudah hancur dan tidak layak makan dan sebagainya.
Oh iya, proses vaksinasi juga lebih banyak 3 kali vaksin Covid-19 dan 1 kali suntik meningitis karena suntikan vaksin meningitis pertama memiliki jangka waktu 2 tahun saja sehingga kami harus suntik vaksin ulang yang mana membutuhkan banyak uang juga. Selain itu, printilan-printilan yang sudah kami beli di tahun 2020 sudah tidak layak pakai sehingga kami terpaksa membeli ulang printilan tersebut.
Setelah banyak hal yang terjadi selama proses keberangkatan umroh kami. Tiba akhirnya bagi keluarga kami untuk pergi umroh pada tanggal 8 Mei 2022 pukul 10.00 pagi WIB yang justru berlangsung sangat amat baik dan juga ramai oleh tangis haru keluarga dan 2 teman baik ibukku. Oh iya, untuk aku, aku tidak perlu ijin lagi karena aku hanya tinggal proses skripsian jadi aku pikir teman-teman ku tidak tahu aku pergi umroh, hanya satu teman baikku saja yang tahu. Aku sengaja tidak memberi tahu banyak orang karena aku tidak ingin terbebani seperti kala itu. Aku hanya ingin fokus ibadah dan berdoa untuk diriku sendiri, kedua orang tuaku, saudaraku dan teman-temanku.
Aku percaya dan aku berdoa kepada Allah bahwa "Sesungguhnya Allah Maha Tahu lagi maha Mengetahui apa-apa saja yang menjadi hajat para teman dan saudara-saudaraku dan aku berharap Allah akan memberikan ridho dan barakah atas setiap hajat teman dan saudaraku serta aku berharap rasulullah SAW akan membantu kami untuk menyampaikan doa kami kepada Allah karena melalui Rasulullah insyaallah doa kami akan cepat terkabul karena sesungguhnya Rasulullah SAW sejatinya masih tetap ada bersama dengan Allah SWT".
***
Okey, aku akhirin dulu cerita hari ini karena jari tangan aku udah pegel banget dan sekarang udah jam 22.31 WIB.
Ini akan menjadi cerita yang amat sangat panjang karena aku juga ingin berbagi cerita pengalaman dan kebahagiaanku bersama temen-temen semua. Oh iya, di episode terakhir nanti jika memungkinkan aku akan menjawab berbagai pertanyaan dari temen-temen semua seputar umroh. Jadi aku berharap kalian betah juga buat baca-baca yaa meskipun tulisanya berantakan, typo atau tidak konsisten TT
Aku akan berusaha sebaik mungkin supaya cerita pengalaman aku ini akan tersampaikan dengan baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar