Berita HITZ

21 Mei 2022

Alhamdulillah Umroh : Awal Mula Bisa Umroh

Assalamualaikum Wr. Wb.

Halo temen-temen, gimana kabarnya? Ada cerita apa hari ini? 

Aku berharap semoga temen-temen sehat selalu, hidupnya bisa diberikan kemudahan, mendapat ridho dan barokah dari Allah SWT. Aamiin.


Seperti yang tertera pada judul, kali ini aku akhirnya bisa menceritakan pengalaman yang sangat menakjubkan. Kami (keluarga dan aku) sama sekali TIDAK PERNAH MENGIRA untuk bisa pergi umroh. Sebagai informasi kami BUKAN keluarga kaya raya, kami adalah keluarga ekonomi menengah, kami juga pernah hidup sangat susah, sering direndahkan oleh orang lain dan pekerjaan orang tua aku juga bukan termasuk pekerjaan dengan jabatan tinggi ataupun memiliki pengaruh. Orang tua aku khususnya ayah aku bekerja sebaga pegawai swasta dengan gaji yang setara dengan UKT kuliah aku TT. Ibu aku adalah ibu rumah tangga. Keluarga kami memiliki bisnis kecil (aku pernah sedikit kasih bocoran di tulisan aku sebelumnya tentang bisnis keluarga aku) bisnis kecil ini membuat kami mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok dan sekunder keluarga kami. Kakakku sendiri bekerja sebagai freelancer kepenulisan yang baru merintis karirnya. Sedangkan aku, saat ini berstatus sebagai mahasiswi semester 8 yang sedang memiliki cobaan mengerjakan skripsi.

Ayah dan ibu aku sangat bekerja keras, jika orang bekerja dengan kecepatan 100 kali maka keluarga kami bekerja berlipat-lipatnya. Ayah aku adalah orang yang optimis, beliau suka untuk merencanakan atau membuat target tertentu yang harus dicapai terkhususnya cita-cita beliau untuk pergi umroh. Sedangkan ibu, beliau selalu mendukung dan dengan tulus membantu ayah aku untuk mencapat target dan cita-cita nya. Begitupun dengan aku dan Kakakku.

Disini aku tidak bisa membagikan lebih banyak terkait latarbelakang keluargaku karena ini termasuk ranah privasi kami. Jadi aku pikir sudah cukup untuk memberikan sebuah gambaran latarbelakang dan perjuangan kami untuk bisa meningkatkan taraf kehidupan kami khususnya pergi umroh. 

***

Sekitar bulan pertengahan bulan februari tahun 2020 , waktu itu aku masih duduk di semester 3 sebelum adanya pandemi covid-19. Aku mendapat kabar dari ibu aku kalau kami akan pergi umroh. Saat itu aku merasa "ah, paling iseng", "ngga mungkin", "paling hanya cita-cita ayah aja." Jadi waktu itu, aku sendiri 'biasa aja'. Pada tahun itu, aku masih di kosan (kota rantauan) jadi aku tidak begitu tahu persis bagaimana dan apa yang terjadi selama di rumah. Oh iya, kenapa kok aku kesannya 'biasa aja', ya karena ayah aku itu sering banget asal ngucap, katanya kalo punya uang dari usaha ini mau buat ini-itu, nanti kalo bikin usaha A omsetnya sekian habis itu dikembangin dapet sekian kalo untung nanti diputerin lagi uangnya buat bikin ini-itu padahal pas ngomong kayak gitu kami ngga ada uang 'segitu'. Banyak deh, "cita-citanya" kalo bahasa kasarnya "ngibul". Astagfirullah. Tapi, meskipun gitu, banyak juga yang kecapai, emang ngga dalam waktu dekat, tapi bisa jadi 1, 2, 3, 4 atau tahun berikutnya, satu-satu tercapai. Hebatnya disitu. 

Aku pun masih terusin kuliah aku seperti biasa. Sampai suatu hari entah hari keberapa, ternyata ibu aku telpon kalau kami sekeluarga betul-betul pergi umroh di tanggal 26 Februari 2020 (kalo aku ngga salah inget). Aku agak syok, karena yang awalnya aku pikir "bohong" ternyata terjadi. Tapi, sejujurnya aku masih ngga percaya dan selalu mempertanyakan "kelayakan" aku "keimanan dan ketaqwaan" aku pada Allah, "apakah aku pantas untuk pergi umroh?"

Oh iya, berhubung dari cari, pembayaran, pelunasan dan keberangkatan umroh hanya dilakukan sekitar 3 minggu karena dadakan banget nget nget kami pergi umrohnya jadi ibu aku yang lakuin proses ini-itu bener-bener pontang-panting buat melengkapin persyaratannya. Saking TIDAK MENGIRANYA.

Bahkan aku diberi waktu seminggu buat ngurusin surat izin tidak mengikuti perkuliahan. Waktu itu aku sendiri pun juga akhirnya memberitahu bagian jurusan, kaprodi, para dosen pengampu kuliah dan sejujurnya untuk teman kelas hanya yang terdekat aja yang tahu kalau aku umroh.

Setelah selesai perizinan kuliah, aku pulang ke kota asal untuk mengurus vaksin meningitis yang seharusnya dilakukan jauh sebelum hari keberangkatan. Awalnya aku tidak boleh vaksin karena efek vaksinnya baru berguna saat aku pulang ke Indonesia, sampai akhirnya setelah selesai vaksin meningitis aku diberikan obat yang harus aku minum setelah pulang dari Arab Saudi. 

Tentu saja, dengan waktu sesingkat itu bukan hal yang mudah bagi kami untuk mempersiapkan banyak hal dari mulai pakaian serba putih, deker, sarung tangan khusus untuk menutupi punggung tangan bagi perempuan, masker medis, kerudung panjang, obat-obatan dan berbagai hal lainnya. Bisa dibilang uang kami sudah habis untuk pembayaran umroh. Jadi, printilan ataupun barang-barang umroh kami mendapatkan pinjaman dari saudara dan para eyang-eyang aku yang pernah pergi haji&umroh. Bahkan untuk penukaran mata uang dari rupiah ke riyal kami hanya memiliki 3 juta rupiah yang mana itu sangat ngepress untuk biaya hidup di Arab Saudi yang mana 1 riyalnya adalah 4 ribu rupiah dengan rata-rata minimum pengeluaran adalah 10 riyal yaitu sekitar Rp. 40.000.

Berhubung umroh kami dadakan dan dengan keuangan yang menipis kami pun juga hanya bisa mengadakan syukuran kecil-kecilan dengan para warga dan mengundang ustadz untuk mendoakan kebarakahan acara kami. 

Di hari H keberangkatan, kami hanya di dampingi oleh dua eyang dari saudara jauh kami yang datang kerumah. Sementara saudara dekat kami yang lain belum bisa datang karena umroh kami yang "dadakan" sehingga sulit bagi keluarga besar kami untuk datang karena mereka masih terbebani urusan pekerjaan, biaya perjalanan, belum juga fisik dan tenaga yang harus mereka keluarkan serta banyak juga para saudara jauh yang belum tahu kalau kami pergi umroh. 

Pada tahun 2020 itu, kami sekeluarga pergi menggunakan transportasi online, berangkat dari rumah sekitar pukul 13.00 siang dengan jadwal keberangkatan pukul 14.00 siang di hari Minggu kalau tidak salah. 

Disinilah letak ketidakpercayaan kami, tentang apa yang terjadi, segala hal yang tadinya seperti mimpi semakin membuat kami merasa seperti mimpi di siang bolong. Waktu itu, pandemi covid 19 sudah mulai merebak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tepat di hari itu, saat para jamaah umroh berkumpul untuk acara pelepasan, ketua pengurus biro memberikan kami pernyataan pahit, bahwa tepat di hari keberangkatan kami, pemerintah Saudi Arabia akan memberikan keputusan terkait dengan proses keberangkatan haji&umroh seluruh dunia, apakah diperbolehkan atau tidak sehingga jika dari pihak Arab Saudi tidak memberikan izin maka seluruh jamaah haji&umroh terpaksa mengalami penundaan proses umroh&haji. Pada saat itu, pihak biro memberikan keputusan untuk tetap memberangkatkan jamaah umroh namun dengan catatan jika "tidak diperbolehkan oleh Arab Saudi maka dengan terpaksa pihak biro pun akan memulangkan kembali jamaah umroh dan para jamaah umroh diharapkan untuk menunggu keputusan selanjutnya dari pemerintah Arab Saudi."

Dengan harapan yang bisa dibilang kecil, kami khususnya para jamaah umroh pun memasuki bis, mengucapkan perpisahan, melambaikan tangan, menyandungkan kalimat Allah, 'labaikkala huma labaikk labaikkala syari kalla kalla baik' di sepanjang perjalanan sampai tibalah kami di dekat pintu masuk tol. Pihak biro mendapatkan kabar, bahwa pihak Arab Saudi telah memberikan keputusan bahwa Arab Saudi tidak menerima jamaah Umroh&haji sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukkan akibat pandemi covid 19

Tentu saja, pengumuman terkait keputusan pemerintah arab saudi mengenai penundaan umroh&haji menjadi topik utama khususnya di Indonesia. Sebagian besar stasiun TV menyiarkan kabar itu. Lalu, kami, bagaimana dengan kami para jamaah umroh yang sudah menaiki bus dan sudah siap untuk pergi umroh?

Tentu saja, rasanya bagai petir yang menyambar, bahkan langit pun tahu bahwa waktu itu adalah kabar paling mengecewakan bagi kami. Waktu itu cuaca berubah hujan deras ketika aku dan keluargaku pulang kerumah sambil menyaksikan siaran berita penundaan umroh yang terjadi tepat di hari keberangkatan kami.

Tak hanya itu, baik aku maupun keluargaku mendapatkan banyak sekali pertanyaan tentang kepastian berita kala itu. Bahkan pihak jurusan dikampusku juga mengirimkan pesan pertanyaan padaku mengenai kabar berita itu. 

Setelah seminggu berlalu, kami pun kembali melanjutkan aktivitas kami, ayah pergi bekerja dan aku pun kembali kuliah. Ditengah pandemi yang mulai meninggi, kebijakan-kebijakan baru dan sebagainya. Ditambah berbagai pertanyaan terkait dengan "penundaan umroh kami" menjadi topik utama ketika aku dan keluargaku kembali ke lingkungan masyarakat. 

Ada banyak respon orang-orang yang mendengar cerita ini, ada yang berempati, ada yang tidak percaya, ada yang membanding-bandingkan, ada yang bilang penundaan itu hanya akal-akalan biro untuk menipu kami, ada yang bilang kami terkena kasus penipuan biro dan sebagainya.

Ketidakjelasan ini berlangsung bahkan sampai dua tahun kemudian. Asumsi-asumsi negatif yang sudah berkembang tentang penundaan umroh keluarga kami semakin negatif terdengar, terutama asumsi penipuan yang membuat keluarga kami semakin berkecil hati dan diliputi rasa tidak percaya diri akibat asumsi "takut jadi korban penipuan". Padahal dari pihak arab saudi sendiri juga tidak memberikan kejelasan mengenai definisi "penundaan umroh&haji sampai batas waktu yang tidak ditentukan" itu. Sehingga dari pihak biro sendiri belum berani memberikan keputusan karena disisi lain kebijakan pemerintah Arab Saudi yang sering sekali berubah-ubah TANPA pemberitahuan apapun.

Dua tahun mungkin juga sudah cukup membuat orang-orang ataupun teman teman kami lupa bahwa kami akan menunaikan umroh atau justru saudara-saudara kami yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu bahwa kami akan pergi umroh. 

Selain itu, sebenarnya ada hikmah besar yang bisa kami ambil khususnya aku pribadi. Pertanyaan apakah aku layak, ketaqwaan ku dan keimanan ku pada Allah, dan rasa pantas diriku untuk menginjakkan kakiku di baitullah dan mengunjungi makam Rasulullah? Sedikit memberikan aku kelegaan hati. Bukan berarti aku sudah suci atau tanpa dosa tapi, dengan ditundanya umroh serta berbagai hal yang sedikit demi sedikit terjadi melalui berbagai cobaan dari Allah membuat aku sadar bahwa selama ini aku sudah berjalan terlalu jauh dari Allah dan dengan begitu aku pun aku sadar bahwa aku harus belajar untuk lebih dekat dengan Allah. Belajar untuk lebih mencintai Allah, Rasulullah dan agamaku lebih dari aku mencintai diriku sendiri. 

Dari segi finansial serta persiapan yang sebelumnya serba dadakan kami bisa lebih banyak bersiap diri, kami juga lebih banyak belajar mengenai proses ibadah, kondisi di lapangan terkhususnya di Madinah yaitu masjid Nabawi, Raudhah, dan makam Rasulullah, lalu di Makkah, khususnya di Masjidil Haram dan ka'bah terakhir belanja oleh-oleh serta kebudayaan Arab. Secara fisik dan juga psikis kami mulai memperbaiki sedikit sedikit. 

Para keluarga yang sebelumnya belum bisa datang di hari pelepasan umroh juga akhirnya bisa datang dan segala hal lain yang sebelumnya tidak ada kesempatan menjadi ada. 

Meskipun begitu, sisi negatifnya adalah, kami juga kehilangan moment dimana penantian dua tahun membuat kedua Eyang dari pihak Ayah dan Ibu tidak bisa menyaksikan kami pergi Umroh karena mereka telah meninggal dunia di tahun 2021 yang mana bagi kedua orang tuaku keberangkatan Umroh kami bisa memberikan rasa bangga tersendiri bagi kedua eyangku. 

Kami juga mengalami kerugian karena oleh-oleh yang kami simpan ternyata sudah hancur dan tidak layak makan dan sebagainya.

Oh iya, proses vaksinasi juga lebih banyak 3 kali vaksin Covid-19 dan 1 kali suntik meningitis karena suntikan vaksin meningitis pertama memiliki jangka waktu 2 tahun saja sehingga kami harus suntik vaksin ulang yang mana membutuhkan banyak uang juga. Selain itu, printilan-printilan yang sudah kami beli di tahun 2020 sudah tidak layak pakai sehingga kami terpaksa membeli ulang printilan tersebut.

Setelah banyak hal yang terjadi selama proses keberangkatan umroh kami. Tiba akhirnya bagi keluarga kami untuk pergi umroh pada tanggal 8 Mei 2022 pukul 10.00 pagi WIB yang justru berlangsung sangat amat baik dan juga ramai oleh tangis haru keluarga dan 2 teman baik ibukku. Oh iya, untuk aku, aku tidak perlu ijin lagi karena aku hanya tinggal proses skripsian jadi aku pikir teman-teman ku tidak tahu aku pergi umroh, hanya satu teman baikku saja yang tahu. Aku sengaja tidak memberi tahu banyak orang karena aku tidak ingin terbebani seperti kala itu. Aku hanya ingin fokus ibadah dan berdoa untuk diriku sendiri, kedua orang tuaku, saudaraku dan teman-temanku.

Aku percaya dan aku berdoa kepada Allah bahwa "Sesungguhnya Allah Maha Tahu lagi maha Mengetahui apa-apa saja yang menjadi hajat para teman dan saudara-saudaraku dan aku berharap Allah akan memberikan ridho dan barakah atas setiap hajat teman dan saudaraku serta aku berharap rasulullah SAW akan membantu kami untuk menyampaikan doa kami kepada Allah karena melalui Rasulullah insyaallah doa kami akan cepat terkabul karena sesungguhnya Rasulullah SAW sejatinya masih tetap ada bersama dengan Allah SWT".

***

Okey, aku akhirin dulu cerita hari ini karena jari tangan aku udah pegel banget dan sekarang udah jam 22.31 WIB.

Ini akan menjadi cerita yang amat sangat panjang karena aku juga ingin berbagi cerita pengalaman dan kebahagiaanku bersama temen-temen semua.  Oh iya, di episode terakhir nanti jika memungkinkan aku akan menjawab berbagai pertanyaan dari temen-temen semua seputar umroh. Jadi aku berharap kalian betah juga buat baca-baca yaa meskipun tulisanya berantakan, typo atau tidak konsisten TT

Aku akan berusaha sebaik mungkin supaya cerita pengalaman aku ini akan tersampaikan dengan baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


04 Mei 2022

Sepatu Merah Sang Ratu

Noted :
• Trigger warning❗
• Suicide🚫
• Fantasy
• A little bit Romantic love

 "I just want to tell you about my feelings (afraid of the future, losing the things that I love and lose myself). This story is only the imagination of the author and does not require a special understanding in giving meaning to the story."

Credit :
Cover by pinterest
Edit by canva
Writer by silasveta

    Meminum obat tidur dan alkohol setiap hari atau bahkan setiap waktu adalah hobiku. Tak ada lagi candu yang senikmat itu. Bagaimana tidak? Meminum obat tidur dapat membuatku tidur nyenyak setiap malam tanpa memikirkan masalah. Saat menenggak alkohol akan memberikan rasa pahit, manis dan sakit ditenggorokan tapi jujur itu sangat nikmat, dimana lama kelamaan otakku terasa kosong, dan aku merasakan euphoria di seluruh tubuhku, semakin banyak aku menenggaknya semakin nikmat pula rasanya, bukan di lidah tapi di perasaan. Beban akan menghilang seketika, terakhir yang paling menyenangkan adalah saat pandanganku mulai berkabut dan aku tak sadarkan diri.

    Entahlah, tak ada lagi yang berharga dari hidupku. Aku hanya melakukan rutinitas biasa. Bangun tidur dengan kepala pening, mandi seadanya, makan seadanya, bekerja, pulang, minum whiskey tengah malam diatas balkon apartmen dan saat aku sudah mabuk aku mulai beranjak masuk dan tidur. Begitu terus. Setidaknya dengan begitu aku bisa melupakan sesuatu yang tidak ingin aku ingat. Mencari kebahagiaan dengan cara yang lain.

    Aku tak memiliki siapapun lagi, kecuali keluargaku tetapi mereka tak pernah tahu kebiasaan burukku. Sebisa mungkin aku berlaku baik. Aku tak peduli lagi apapun yang terjadi. Kehidupan ini cukup mengoyak jiwaku.

    Bahkan disepanjang jalan ini aku hanya mendengarkan musik lewat earphone yang mengalun keras di telingaku. Berjalan seperti mayat hidup yang tidak peduli dengan sekitar. Entahlah kadang aku ingin mati, tapi jujur aku tak berani bunuh diri. Yah, tapi kalau dipikir aku sudah membunuh diriku secara perlahan dengan gaya hidup burukku. Aku tak peduli.

    Setelah puas menyusuri jalan kota, aku kembali ke apartment ku saat hari menjelang petang, sampai tak terasa malam pun muncul dengan kabut tipis ditambah udara terasa sedikit panas dan gerah, pertanda hujan. Sedih, aku merasa sedih. Pikiranku mulai kalut dan tak menentu. Suasana hatiku menjadi down rupanya fase depresiku kembali. Aku mengambil sebotol beer dan menghangatkan beefsteak yang baru kubeli tadi. Setelah semuanya siap aku memakannya dengan malas, suasana ini membuatku muak bahkan alunan musik klasik pun tak mengubah suasana hatiku. Makin lama moodku down lebih parah, air mataku mulai membanjiri pipi, menangis sesenggukan dengan isakan kecil. Makin lama airmata semakin deras isakan tangisku semakin keras terdengar. Aku menggeser piring makan, gelas dan benda-benda di depanku hingga terpelanting jauh dan pecah. Aku marah, benci dan sedih. Nafasku berubah tak beraturan, jantungku berdegup kencang, perasaan ini terlalu kuat.  Aku pun memutuskan untuk pergi keluar apartment dan berlari sejauh yang aku bisa. Lagi-lagi aku tidak tahu tempat mana yang harus aku tuju, aku hanya berlari secepat yang bisa dengan airmata yang terus bercucuran. Perasaan ini terlalu memuakkan untuk dibiarkan jika hanya duduk atau berdiam di suatu tempat.

    Tanpa kusadari ternyata aku sudah berlari sangat jauh dan mulai merasa kelelahan hingga aku memutuskan untuk berhenti dan berkunjung ke tempat dimana tidak semua orang menyukainya.

***

    Aku menghisap sebuah rokok kuat-kuat kemudian menghembuskan asap ke udara,  mengambil segelas penuh wine menegaknya sampai habis.

"Aku pikir kamu anak baik, polos dan lugu" kata seseorang yang tiba-tiba muncul di sampingku.

Aku tersenyum sinis "benarkah? Aku tidak pernah merasa begitu." Aku menuangkan wine lagi ke dalam gelasku dan menegaknya habis.

"Sepertinya aku tidak salah, benarkan?"

Aku hanya tertawa. "Memang apa saja yang kau tahu tentang aku?" Aku menghembuskan asap rokok lagi.

"Hmm .. aku memang tidak tahu banyak. Tapi aku yakin itu." Ucapnya sedikit berbisik

"Lebih baik kau diam, dan pergilah." Aku menghembuskan asap rokok ke mukanya dan menenggak wine yang baru saja aku tuang lagi.

"Apa kau tidak membutuhkanku? aku bisa menjadi teman minummu."

Aku menghisap rokok lagi, " aku? Membutuhkan teman? Bahkan hidup tanpa mereka saja aku bisa. Kau? Kau menawariku untuk minum denganmu? Lebih baik kau mati, aku tidak membutuhkanmu." aku kembali tertawa sinis, mengejeknya hina.

"Sepertinya kau ada masalah?" Dia melihat kearah wajahku yang sengaja memalingkan pandang darinya.

"Aku? Tidak?" Jawabku datar. 

"Lalu, untuk apa kau datang ke sini?" Dia kembali menegakkan badan.

"Aku? Selalu berada disini. Kau tidak tahu? Ini hidupku sekarang" aku menuangkan wine lagi ke dalam gelasku dan meminumnya sedikit seperti cecapan saja.

"Wow, aku tidak percaya ini? Aku dengar keluargamu dari keluarga baik-baik. Aku yakin mereka pasti sangat terkejut jika tahu kau ada disini, meminum wine ini dan menghisap rokok." Di mengajaku cheers dan aku membalasnya kemudian meminum setengah gelas alkohol.

"Hahahaha ... Kau pikir mereka akan percaya?" Aku kembali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya. " Mereka tidak akan peduli, meskipun aku menangis dan mengeluarkan darah sekalipun." Aku menatap kesegala arah dengan nanar.

"Ouh, kau sudah keterlaluan. Aku tidak percaya ternyata kau seperti ini." Dia tersenyum sinis.

"Lalu, kau sendiri untuk apa kau kesini? Bukankah kau sama seperti aku?" Aku mencecap minumanku dan menaruh gelas tinggi secara perlahan di meja. Sesaat aku menoleh kearahnya, menunggu jawaban. Dia diam, tak berkata meskipun mulutnya sedikit membuka hendak menjawab. Merasa tak ada respon, aku kembali meminum wine ku kemudian menaruhnya lagi diatas meja dan menoleh kearahnya. "Kau tidak ingin pergi, aku muak melihatmu".

"Kau !! Sepertinya aku harus meluruskan sesuatu. Aku bukan orang sepertimu yang bisa membunuh seseorang hanya karena kau tidak menyukai orang tersebut." Katanya kemudian pergi.

Aku menghabiskan minumanku dan membuang rokokku yang masih sisa setengah dan menginjaknya. Kesal.

"Kalau saja kau bukan orang yang berpengaruh untukku, aku pasti sudah membunuhmu dari dulu. Dasar, bajingan kurang ajar itu."

****

"Kau mabuk" seseorang yang berbeda kembali datang kearahku. Aku bahkan tidak tahu kenapa orang asing selalu berdatangan padahal jelas sekali jika aku membenci mereka semua. 

"Tidak usah pedulikan aku." Aku menghempaskan tangannya ketika dia hendak menuntunku.

"Tidak seharusnya kau seperti ini, kau terlihat menyedihkan." Dia menatapku ketika kami berhenti berjalan.

Aku menatapnya dengan air mata di pelupuk mataku. "Apa kau bilang? Aku menyedihkan? Menjauhlah, jangan mendekat! Kau tidak tahu apa-apa tentang aku." Aku menatapnya penuh kemarahan.

"Kau mau menghindariku?" Dia terus saja mengejarku. Dan memegang tanganku yang kosong. Aku menghempas kasar tangannya dan berjalan menjauh darinya, meminum alkohol yang aku bawa dengan botol.

Dia mengejarku menarik botol alkohol yang aku minum dengan kasar. Aku terkejut. Aku marah. "APA YANG KAU LAKUKAN?"

"Menghentikanmu!." 

"KAU TAHU APA? APA SUSAHNYA SIH MENJALANI HIDUPMU SENDIRI? AKU SUDAH MUAK DENGAN HIDUPKU, HARUSKAH ORANG SEPERTIMU JUGA MENGHANCURKAN AKU? KENAPA? KENAPA SEMUA ORANG INGIN MENGHANCURKAN AKU, HAH? APAKAH MEREKA IRI DENGAN HIDUPKU?" aku menangis, aku tak tahan lagi. Aku merebut botol alkohol.

"Ceritakan padaku? Aku akan mendengarkannya."  Dia kembali merebutnya kali ini dengan lembut.

Aku menghela napas kasar kemudian mengalihkan pandanganku. Dengan gelembung air mata yang tertahan, aku berucap pasrah, "Terserah sajalah, aku tidak butuh. Kalau kau mau, ambil saja. Orang-orang tak pernah sekalipun bisa membuat hidupku tenang." 

Aku berbalik dan berjalan dengan langkah yang tidak stabil meninggalkan pria yang berdiri termangu menatap punggungku dari kejauhan.

***

    Angin berembus kencang. Bintang dilangit juga tampak bersinar terang. Tetapi, entah kenapa cahaya bulan tidak terlalu nampak. Saat ini di kota yang kupijak tampak lengang hanya satu atau dua kendaraan saja yang melintas dalam waktu 30 menit. Aku menghembuskan napas panjang seolah aku sedang berusaha menghempaskan batu yang berukuran besar. Ya, aku cukup putus asa karena hal ini. Rambut panjangku berkibar, gaun putih pendek yang ku kenakan juga ikut bergerak lembut. Aku menatap jauh selisir sungai deras yang mengalir tepat dbawah jembatan ini. Menerawang jauh sambil berpikir, kemana aliran sungai itu berhenti? Apakah aliran itu akan berhenti di laut? Akankah air itu bisa bercampur dengan air laut? Desiran angin semakin berembus kencang. Aku mengeratkan pegangan tanganku di tiang jembatan.

"Apakah hidupku akan segera berakhir?" Aku masih memandang aliran sungai yang saat itu cukup deras mengalir.

"Apakah aku bisa mati tanpa rasa takutku?" Begitulah yang kupikirkan sekarang.

    Aku bahkan seperti tidak sadar kenapa aku bisa berada disini. Seperti ada seseorang yang menuntunku kemudian memberikanku jalan untuk memilih apakah aku akan hidup atau mati?

    Tiba-tiba angin kembali berembus kencang, dengan rasa ketidakpedulianku pada situasi saat ini, aku meregangkan genggaman tanganku di tiang jembatan dan menginjakan salah satu kaki ke atas tiang jembatan. Kemudian disusul kaki kiriku. Kini masih tersisa dua tiang jembatan yang perlu ku naiki.

    Aku melepaskan genggaman tanganku di pinggir jembatan. aku memejamkan mata, dan merasakan hembusan angin kencang menerpa wajahku. Hembusan angin itu kembali membuatku berpikir. 

"Bahkan aku sudah kehilangan waktuku, aku juga kehilangan sesuatu yang kucintai,  dan aku juga kehilangan apa yang kusukai dan saat ini aku kembali kehilangan sesuatu yang kucintai. Lalu, apakah masih ada harapan untukku di masa yang akan datang? Apakah aku masih pantas untuk berharap dan berdoa ketika takdir bahkan tak memberiku napas? Apakah aku masih pantas untuk berharap kalau semua akan baik-baik saja? Bukankah aku munafik jika aku tidak mengharapkan apapun?"

"Aku tahu mati tidak akan menyelesaikan apapun, aku tahu jika mati bukan sebuah pilihan yang benar. Tetapi, aku memilih jalan ini bukan karena aku menginginkanya tapi karena aku terpaksa memilihnya."

    Aku membuka mataku, melangkahkan kakiku ke tiang ke dua jembatan. Satu per satu.

"Bohong jika aku tidak peduli apapun, bohong jika aku tidak memikirkan hal ini. Tapi sekali lagi, aku tidak punya alasan apapun untuk hidup."

    Aku kembali menaiki tiang jembatan yang ketiga. Sedikit saja aku kehilangan fokus maka hidupku berakhir. 

"Jujur saat ini aku sedang ketakutan, bahkan saat ini aku berharap masih ada seseorang yang membuatku yakin dan memberikanku alasan untuk hidup. Tapi, jika orang itu benar-benar ada dan aku kembali hidup. Apakah semua akan terlihat berbeda?"

    Angin berembus kencang, udara dingin menusuk kulitku, aku mengeratkan pegangan tanganku di sisi-sisi tiang jembatan.

"Aku, aku bahkan tidak meminta untuk dilahirkan, aku bahkan tidak meminta untuk hidup tapi, tapi kenapa, kenapa engkau memberiku sebuah dosa yang tak ingin aku lakukan?"

" Orang bilang hidup atau mati itu pilihan bukan? Jika, jika pada akhirnya aku memilih mati. Akankah dosa besar akan datang padaku? Akankah aku masuk ke dalam neraka?"

"Aku pernah membunuh diriku, bahkan berkali-kali. Itu artinya, sekarang bukan masalah bagiku untuk membunuh diriku sendiri secara nyata. Tidak akan ada siapapun yang peduli bahkan jika aku mati."

    Perlahan aku melepaskan genggaman tanganku dari sisi jembatan. Kali ini  jika aku kehilangan fokusku maka aku akan mati.

"Mentalku bahkan sudah hancur sejak waktu itu. Sekarang aku bahkan tidak mempunyai alasan untuk hidup. Membunuh diriku sendiri adalah keahlianku. Jadi tidak akan terjadi masalah apapun jika aku mengharapkan diriku untuk mati."

    Angin kembali berhembus kencang, dengan badan yang mulai terhuyung, mataku memejam. Samar-samar aku mendengarkan suara bisikan. 

"TETAPLAH HIDUP MESKIPUN HIDUPMU ITU TIDAK BERGUNA. BAHKAN HIDUPLAH MESKIPUN HIDUPMU ITU SEBAGAI CONTOH KEGAGALAN."

"Apakah sekarang ini aku sudah gila?"

    Sreett, tiba-tiba tubuhku terjatuh kebelakang. Badanku gemetaran, bibirku memucat, suhu tubuhku berubah dingin membeku. Kepalaku bersandar pada tangan seseorang yang wajahnya terlihat buram karena pandanganku sedikit memburuk akibat. Shock. Dia memelukku erat, merengkuhku erat sampai wajahku tenggelam ke dalam dada bidangnya. Aku merasakan air mata yang jatuh menetes di pundakku.

"Terimakasih telah percaya padaku, aku berharap perkataan atau bahkan satu kata yang aku keluarkan dapat menyelamatkan hidupmu. Tidak peduli bagaimana pun kau ingin mencoba untuk membunuh dirimu sendiri lebih baik jika kita mencoba untuk mencintai diri sendiri. Aku berharap ada suatu kata yang lebih baik daripada kata aku mencintaimu. Meskipun begitu. Aku sangat mencintaimu. Kamu sangat berharga."

    Dia melepaskan rengkuhannya. Membiarkan badanku bersentuhan dengan kasarnya aspal jalanan. Terakhir dia melepaskan genggaman tangannya dan aku merasakan suhu hangat yang ia salurkan mulai mengalir ke seluruh tubuhku. Dia beranjak berdiri dan pergi perlahan meninggalkan aku. Sendiri.

***

"Kau sudah sadar?" Dia membawa segelas airputih. "Minumlah" dia memberikannya padaku.

    Dengan sengaja aku menjatuhkan gelas yang ia bawa, gelas itu pecah disamping tempat tidurku. Aku mengambil pecahan kaca dan menyilet pergelangan tanganku beberapa kali. Darah langsung mengalir dan aku berteriak. Kejadian itu berlangsung cepat, bahkan dia sangat terkejut dengan apa yang aku lakukan. Dia langsung mengambil gulungan perban dan melilit pergelangan tanganku. Dia sangat khawatir bahkan aku melihat gelembung airmata hampir saja menetes 

   Aku diam. Tertegun. Tapi sebenarnya aku marah.

"Kenapa kau melakukan ini?" Kau bisa mengatakan jika kau memang tidak suka padaku." Dia memegang balutan lukaku kemudian mengelusnya perlahan seakan dengan elusan di luka tersebut bisa sembuh seketika.

"Aku sudah mengatakannya, tapi kau terlalu keras kepala, aku benci kau. Dan jangan lakukan ini lagi." Aku menghempaskan tangannya kasar dan segera bangkit dari dudukku. Keluar kamar dan ketika tanganku menyentuh pegangan pintu dia menarikku.

"Jangan pergi, biarkan aku mengobatimu." Aku melihat airmatanya menetes di pipinya.

"Memangnya kau ini siapa? Kau pikir dengan kau meneteskan airmata, aku akan luluh. Jangan berpikir, kalau aku lemah, jangan berpikir kau bisa membantuku. MENJAUHLAH DAN JANGAN GANGGU HIDUPKU LAGI. AKU BERHARAP AKU TIDAK BERTEMU DENGANMU LAGI."

Dia melepaskan tanganku perlahan, dan aku pun pergi dari apartmennya.

***

    Aku tak tahu sebenarnya kemana aku akan pergi, kemana aku melangkah. Aku tak punya tujuan. Aku bahkan tidak lagi bisa merasakan sakit di pergelangan tanganku ketika aku melepaskan perban yang tadi ia lilitkan. Darah yang menetes mulai mengering. Dan aku menatap ada banyak sekali bekas sayatan di tangan kiriku entah ini sudah keberapa kalinya. Aku menatap langit, dan saat itu aku melihat air mulai menetes dari langit. 

    Yaa, hujan di pagi hari. Semakin lama hujan menderas dan aku melihat orang-orang yang tadinya berjalan tenang mulai panik berhamburan mencari tempat berteduh. Sedangkan aku? Aku tertawa, merasakan buliran air membasahi tubuhku.  

"Kemana perginya takdir? Apakah masih ada satu takdir yang baik untukku" aku tertawa menangis dan menunduk menatap jalanan. Menangis terisak-isak. Aku tak tahu akan ada berapa pasang mata yang menatapku.

    Entah kenapa aku merasa hujan berhenti, hanya ditempatku terduduk saja. Sisanya hujan masih meluncur deras. "Apa ini? Apakah awan melindungiku dari hujan?"

    Aku menatap keatas dan melihat sebuah payung hijau melindungiku dari hujan.

"Sepertinya kau baik-baik saja?" Dia menatapku.

  Aku tertegun sekaligus terkesima karena ternyata dia tetap datang dan mencariku, namun entah apa yang terjadi pandanganku mengabur dan kemudian aku jatuh tak sadarkan diri.

***

    Lagi, aku tersadar di tempat asing, tempat dimana sebelumnya aku menyayat pergelangan tanganku dan melihat seseorang menangisiku tanpa alasan yang tidak aku ketahui.

"Kau menangis? Apa yang terjadi?" Dia menggenggam tanganku. Terlihat jelas wajah penuh ketakutan, kecemasan dan juga harapan.

    Aku menatapnya kosong, pikiranku seperti hilang. Berusaha mengingat sesuatu yang sebelumnya tidak aku ketahui, 

"Aku ... Aku ... " Entah kenapa, ucapanku terbata. Otakku berusaha mengingat tapi mulutku tidak bisa melanjutkan setiap ingatan yang aku alami.

"Tak apa ceritakan padaku, apa yang kau rasakan?" Dia masih menggenggam kedua tanganku, mengelusnya pelan.

    Aku hanya terdiam. Bahkan detak jam sangat bising terdengar di gendang telingaku Hingga aku merasa mataku memberat dan terjatuh tertidur.

***

    Suara musik terdengar berdebam-debam menggetarkan gendang telinga, jantung pun ikut berdetak cepat. Aku meliukkan pinggangku, menaikkan tanganku keatas dan menggerakkannya seirama dengan pinggang dan musik yang terdengar. Aku sangat menikmatinya. Aku tahu beberapa orang menatapku jalang bagaimana tidak, aku menggunakan rok diatas lutut, belum lagi baju dengan potongan crop pinggang dengan potongan panjang lengan baju 1/4 seperti balon dengan aksen pita. Menurutku baju ini tidak seseksi pakaian gadis malam lainnya yang biasa mengenakan pakain ketat dan menonjolkan dada dan pantatnya. Aku menangkap sepasang mata yang sepertinya tidak asing. Aku pernah melihatnya, tapi apakah dia orang yang sama?

    Aku tersenyum sinis menatap pria bermata nakal, beberapa pria memang tidak berani mendekatiku tetapi tidak banyak juga yang berani mendekatiku. Salah satu pria yang berani mendekatiku kini sedang ikut serta menikmati lagu dengan tubuh yang mulai menari dan perlahan mendekat ke arah belakang tubuhku, sesekali bagian tubuhnya menyenggol bagian tubuhku, biasanya mereka  yang melakukan gerakan itu untuk memberitahu bahwa dia tertarik dengan si wanita dan mengajaknya menari bersama. Kini tubuh bagian belakangnya semakin merapat ke arah tubuhku, kemudian memajukan lengannya tepat disamping kepalaku dan sesaat kemudian menjentikkan jarinya di samping wajahku

    Aku melirik kearahnya dan tersenyum sinis, membalikkan badanku, mengalungkan tanganku ke lehernya dan mendekat tepat di bagian tengkuknya, meniupnya pelan sampai tubuhnya meregang karena hembusan udara dingin yang menusuk kulit lehernya.

    Aku pun semakin mendekat dan merapatkan badan kemudian berbisik tepat ditelinganya.

"Bagaimana jika kau aku bunuh? Bukankah permainan ini semakin menyenangkan?" Aku memberikan sentuhan ringan di dada kemudian merambat keatas leher sampai kepipi dan mengusapnya lembut. Seringaiku pada pria yang perlahan meregang dan terkulai lemas tak berdaya. Dia telah tewas.

    Aku melihat jasadnya begitu jelas terkulai dan terjatuh kebawah dari atas ketinggian. Apakah aku merasa iba? Apa aku merasa bersalah? Apakah aku harus senang, bahagia atau tertawa? Jawabanku adalah aku sendiri bahkan tidak tahu ekspresi atau reaksi apa yang harus aku berikan untuk menunjukkan moment ini.

    Aku berjalan menuju lantai bawah, melewati kerumunan orang yang terkejut dengan kematian pria itu. Aku hanya terdiam tidak peduli ketika setiap orang yang aku lewati berbisik dan bergedik ngeri melihat jasad pria itu. Bagiku mereka bukan apa-apa. 

    Langkahku terhenti, ketika pria dengan tatapan teduh itu berada tepat dihadapanku. Aku suka mata itu, penuh ketakutan dan kekhawatiran. Tak lama pandangannya beralih ke arahku.

"Kenapa sulit sekali bagiku untuk menuju ke arahmu? Apa aku harus membunuh banyak orang untuk menuju ke arahmu. Mau aku beritahu sesuatu?" Aku mendekat kearahnya menepis jarak.

"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak mendekatiku atau bertindak peduli padaku. Kau bahkan tahu bekas luka tangan kiriku. Kau tahu sampai kapanpun luka itu tidak akan sembuh. Kau lihat orang itu, aku membunuhnya karena bersikap kurang ajar."

" Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?"

"Jika aku akan membunuhmu apa kau akan menyerahkan nyawamu untukku?" Sesaat aku terdiam. "Aku mencintaimu, kau tahu artinya?"

    Dia terdiam, sebenarnya meskipun terdengar seperti pernyataan cinta tapi itu hanya sebuah omong kosong.

"Bekas luka ini menunjukkan ajalku, aku tidak akan hidup lama. Bahkan meskipun kita bertemu lebih awal, waktu tidak akan membuat ajalku berhenti. Luka ini juga tidak akan sembuh meskipun kau mengobatiku ratusan kali."

    Diam, dia tidak bertanya atau menanggapi perkataanku.

"Ketika sang Ratu mengatakan bahwa dia mencintai seseorang maka pilihan orang itu ada dua, dibunuh atau membunuh. Lalu apa pilihanmu?" Aku memegang pundaknya, menepuknya pelan.

"Bagaimana jika aku tidak memilih keduanya?"

"Tidak ada, kau hanya bisa memilih satu diantara dua pilihan. Kau pilih yang mana?"

"Jika kau seorang Ratu maka aku harus menjadi pangeran bukan? Artinya kau akan membunuhku."

Aku tertawa, "Aku tidak menyangka jika kau cukup cerdas. Sayangnya aku tidak punya banyak waktu untuk bermain." Aku terdiam, kemudian menghela napas kasar, "tetapi sebenarnya, kau salah. Jika aku seorang Ratu maka aku tidak boleh mengucapkan kata cinta. Jika seorang ratu mengatakan bahwa ia mencintaimu dan kau juga dalam dasar hatimu mencintaiku sama artinya jika kau akan membunuhku." 

    Dia terdiam, wajahnya tampak berkerut tidak mengerti.

"Kata cinta adalah kata terlarang sang ratu. Seorang ratu tidak boleh mencintai ataupun dicintai. Ratu adalah tunggal. Jika dia mengucapkan cinta pada seseorang maka satu nyawanya menghilang. Kau lihat sayatan pergelangan tanganku bertambah." Aku menunjukkan sisi pergelangan tangan kiriku. "Hanya perlu satu kata cinta maka aku akan mati."

"Bagaimana bisa?" Nadanya mulai berubah parau.

"Aku tidak perlu menjelaskan apa pun padamu. Sekarang giliranmu, apa kau juga mencintaiku?" Untuk pertama kalinya sisi emosiku kembali, aku merasakan wajahku berkerut dalam penuh harap. Bahkan untuk terakhir kalinya Aku bisa berharap pada seorang manusia yang seharusnya ku benci. 

"Aku ingin mati lebih cepat, katakanlah!" Aku memegang kedua pipinya, sedikit mengusapnya, menanti jawaban.

****

    Sepatu heels merah yang aku pakai saat ini menuntunku untuk berjalan ke suatu tempat. Lorong demi lorong yang begitu sunyi terus aku lewati, hanya derap sepatu heelsku yang bergemelotak terdengar di setiap lorong. 

"Apa kau tahu legenda sepatu merah sang ratu? Itulah aku, aku sang ratu. Sudah 3 tahun aku hidup seperti terjebak dan terjerembab ke lembah dasar. Tetapi pada akhirnya, sepatu merah ini tidak membawaku kearah manapun. Sepatu itu bahkan tidak pernah mengabulkan doaku. Tetapi satu, hanya satu yang ku tahu, sepatu merah ini selalu membawaku ke arah kematian. Kematian abadi."

Kesunyian seakan makhluk yang paling dekat denganku. Dimanapun aku berada kesunyian ini tak akan pernah hilang.


Tak ...


Tak ...


Tak ....


Di lorong, sekarang ini aku tahu siapa diriku sebenarnya, Apa yang aku pikirkan, apa tujuanku saat ini. Kini aku mengetahuinya. Setelah kepergiannya, aku pikir aku tidak bisa melihat apapun, semuanya terlihat kelam dan kelabu. Bahkan, ketika pagi datang menyambut diriku yang lain berkata

"apakah ini berkat dari Tuhan? Apakah aku harus bersyukur ketika aku masih bisa merasakan pagi dan membuka kedua mataku?"

    Perasaan berdosa yang aku alami tak pernah hilang. Rasa bersalah dan betapa kejamnya ketika aku tahu aku masih hidup. Membuatku tersadar akan sesuatu yang seharusnya aku lakukan sejak dahulu.

    Mataku tertutup, dingin air di pergelangan kakiku rasanya seperti membeku. Aku? Sekarang ini sudah tidak mempedulikan apapun, daripada aku menjadi mayat hidup. Bukankah lebih baik jika aku benar-benar mati?

    Aku tenggelam di dalam air musim dingin. Seluruh tubuhku tenggelam mengikuti arus air. Rasanya? Rasanya seperti cahaya matahari yang menyiram lembut seluruh kulitku, aku merasa hangat, aku merasa bahwa sekarang aku bebas untuk melakukan semua yang ku mau. Aku tidak perlu merasakan kesakitan lagi. Aku tidak perlu menjalani hidup yang menyedihkan lagi.

    Sekarang, aku bisa menemuinya. Aku bahagia atas apa yang aku lakukan hari ini. Aku tidak akan pernah menyesalinya bahwa aku memilih untuk mati dan meninggalkan semuanya.

    Aku bahkan tidak punya alasan kenapa aku harus mempertahankan hidupku, alasan kenapa aku hidup atau bahkan sekalipun aku tak pernah berharap untuk dilahirkan. Lalu, untuk apa aku harus menanggung lebih banyak dosa, kenapa aku harus mengalami semua penderitaan yang seharusnya tidak aku alami? Aku tidak memilih untuk hidup bukan aku yang menginginkannya. Jadi untuk apa? Untuk apa aku berada disini, jika aku harus mengalami ini.

    Tubuhku terhanyut gelombang air, perlahan aku merasa napasku tercekat seperti tercekik oleh ribuan tangan, jantungku seperti dipukul ribuan batu, bahkan air mulai melesak kedalam rongga mulutku, memenuhi isi dalam tubuhku.

    Bahkan disaat seperti ini, aku masih berharap seseorang menyelamatkan aku.

"Tolonglah aku, kumohon"

    Kata terakhir yang aku ingat. sampai pada akhirnya aku tidak merasakan apapun karena tubuhku mulai melemas dan membatu.

****

3 tahun yang lalu ...

    Hujan deras sedang turun di belahan kota Serenande. Sebuah kota dengan tingkat perekonomian yang maju bahkan pendatang yang menginjakan kaki di kota ini bisa mendapatkan banyak uang hanya dengan bekerja paruh waktu. 

    Keindahan kota yang memikat setiap orang yang melintas di kota ini, gedung pencakar langit yang indah, kecanggihan teknologi yang luar biasa ajaibnya. Namun, percaya atau tidak kota ini memiliki sebuah legenda yang di ceritakan secara turun temurun oleh para warganya. 

"Siapapun orang yang memiliki jiwa yang lemah, penuh dendam, amarah, nafsu dan memiliki keinginan untuk mati serta memiliki jiwa pembunuh. Datanglah kepada Ratu maka ia akan membantumu untuk mengabulkan doamu."

    Kata-kata itu seperti sebuah kata kramat yang tidak boleh seorang pun mengucapkan kata itu secara langsung. Bahkan siapapun orang yang mendengarnya mereka akan ketakutan, berlari terbirit-birit atau menghindari kata itu sejauh mungkin. 

    Meskipun begitu, tak pernah ada seorang pun yang tahu kenapa kata itu terlarang atau apakah memang betul ada kisah legenda yang mendasari kata kramat itu. Bahkan di kota ini tak ada sekalipun orang yang tahu siapa 'Ratu' dibalik kata kramat itu? 

    Seakan kata itu memang hanya mitos belaka. Tanpa kecuali.

****

    Aku menghirup napas panjang kemudian menghembuskannya pelan. Sudah 3 tahun aku berada dikota ini. Mencari kebenaran dari legenda sang Ratu. Tapi hasilnya nihil tak ada yang tahu dan semua orang menutup diri ketika aku menyebut kata "sang ratu."

    Berdiri di ruangan ini dengan jendela kaca berlukiskan keindahan malam kota serenande. Membuatku tersadar bahwa usahaku sia-sia mencari keberadaan sang ratu.

"Kau, kenapa datang kemari? kenapa kau mencari legenda sang ratu?" Ucap seorang wanita cantik dengan balutan kemeja kantoran. 

    Aku bertemu dengannya ketika pertama kali datang ke kota ini. Waktu itu hujan sama derasnya, petir menyambar ke segala arah dengan tangan dan baju yang berlumuran darah aku berlari berharap sang ratu akan menemukanku, karena aku baru saja membunuh cinta pertamaku dengan kedua tanganku. 

    Namun, seperti yang ku katakan tadi semua orang seolah menutup mata enggan membuka mulut. Aku terus berjalan mencari tempat untuk bisa ku singgahi sampai aku bertemu dengannya dan ternyata wanita itu menawariku untuk singgah di tempatnya.

    Memberikan aku tempat tinggalnya, mengganti baju lusuhku dengan gaun indah berwarna hitam, menata rambutku, bahkan dia juga memberikanku hidangan lezat yang belum pernah ku nikmati sebelumnya.

    Lamunanku terhenti ketika sebuah suara merasuk ke dalam telingaku.

"Kemarilah, aku membawakanmu sesuatu." Wanita itu duduk di sebuah sofa yang tak jauh dari tempatku berdiri. Aku pun mengikuti perintahnya dan duduk di seberang sofa.

 "Lihatlah, apa yang aku berikan padamu!"  Dia menyodorkan sebuah kotak kearahku.

    Aku membuka kotak itu, seketika mataku menyipit,  aku melihat sebuah sinar terang dari dalam kotak yang ternyata berisi sepasang sepatu heels berwarna merah.

"Aku menemukannya, sepatu merah sang Ratu. Legenda itu memang benar-benar ada."


SELESAI


30 April 2022

Sejujurnya Aku Takut Untuk Jatuh Cinta

Cinta .. beberapa kali aku sempat membahas tentang arti cinta bagiku.

Tetapi, kali ini aku akan berusaha untuk lebih jujur terhadap diriku dan juga orang-orang yang saat ini sedang membaca tulisan ini.

Sebenarnya aku adalah tipe orang yang mudah sekali untuk menyukai. Bahkan hanya dengan menatapnya, mendengar suaranya atau bahkan hanya dengan membaca tulisannya. Aku selalu berpikir, "apa orang ini menyukaiku? apa dia menganggapku spesial?"

Aku sangat benci dengan apa yang aku pikirkan ketika pertama kali bertemu pandang dengan orang itu yang bahkan aku tidak pernah berbincang dengannya. Aku benci ketika pikiranku berimajinasi tak karuan, menebak-nebak bagaimana dia akan memandangku sebagai seorang perempuan. Meskipun dari hati dan pikiranku beribu-ribu kali mengatakan "jangan berpikir macam-macam, semua itu hanya imajinasi. Apa yang dia lakukan itu adalah perilaku manusia pada umumnya. Dia hanya temanmu." 

Aku sangat sadar dengan segala yang aku pikirkan dan pikiran "bahwa dia akan mencintaiku" akan memudar setelah aku mengenalnya lebih dalam. Rasanya aku seperti gadis polos yang akan mudah untuk dibodohi. Oleh karena itu, aku berusaha keras untuk melindungi diriku sendiri supaya aku tidak mudah untuk menyukai seseorang. 

Aku tahu, menyukai dan mencintai seseorang adalah hal yang naluriah untuk dirasakan oleh setiap manusia. Tapi bagiku, menyukai dan mencintai seseorang adalah sebuah ancaman. Aku tidak bisa atau bahkan melarang diriku sendiri untuk menyukai atau mencintai laki-laki.

Kalau kau bertanya kenapa? apa alasannya? apa aku memiliki pengalaman buruk tentang cinta?

Jika aku memberitahumu sebuah kebenaran apa kamu berjanji untuk tidak tertawa atau mengolokku?

Meskipun begitu, bagaimana responmu tentangku itu bukanlah sesuatu hal yang bisa aku kendalikan.. Jadi aku akan tetap mengatakannya. 

Aku sama sekali tidak pernah menjalani hubungan percintaan secara nyata dengan laki-laki yang ada disekitarku. Aku hanya pernah memilki perasaan sayang dan tulus kepada orang yang bahkan belum pernah aku temui sebelumnya dan tak pernah sekalipun mendengar suaranya. Dia adalah "Love at the Beginning of April" ku. tepat ditanggal cantik 21 April 2015. Bulan dan juga tanggal yang akan selalu aku kenang.

Aku tidak akan menjelaskannya lebih detail, yang jelas, aku pikir dia bukan cinta pertamaku. Aku tidak mencintainya. Aku hanya terbiasa dan memiliki perasaan tulus untuk dia. Dia pernah menemaniku disaat kehidupan realitaku sangat menyakitkan. Dia memberikan aku sebuah kehangatan yang sama sekali belum pernah aku rasakan. 

Tetapi apa kamu tahu, semenjak mengenal dia, memiliki banyak kenangan indah dengan dia dan juga terluka karena dia. Aku semakin dan semakin menutup diri untuk menyukai seseorang. Aku pikir bukan karena aku memiliki perasaan trauma untuk kembali disakiti hanya saja ... aku belum bisa mencintai diriku sendiri melebihi rasa sukaku padanya.

Lalu, jika kamu bertanya, apakah itu berarti aku akan kembali padanya, jika seandainya dia kembali? Apakah aku akan menyayanginya dan kembali tulus pada dia?

Jawabannya TIDAK. Aku sama sekali tidak tertarik ataupun berniat untuk menjalin hubungan kami kembali. Hubungan kami telah berakhir beberapa tahun lalu. Dari dulu hubungan kami juga adalah sebuah kesalahan. Aku memang menyukainya tapi hanya sebatas saat itu. Meskipun begitu aku tidak akan pernah lupa bagaimana kenangan itu sedikit demi sedikit mulai terajut. 

Kamu tahukan? Setiap orang pasti berubah. Begitupun aku dan dia. Kami tidak akan pernah bisa merajut kenangan yang sama ataupun mengulanginya. Hatiku sudah telanjur terluka jadi aku tidak ingin apapun, segala sesuatu yang bersangkutan dengan dia.

Oleh karena itu, seberapa banyak orang berkata tentang "cinta" aku tidak pernah benar-benar mempercayainya. Bagiku, cinta seperti sebuah ancaman yang akan memberikan aku rasa sakit bahkan saat sebelum bertemu dia. 

Di dunia ini ada bebagai macam sakit, aku tidak bisa membiarkan sebuah benalu untuk hidup pada pohon yang akan membusuk. Aku tidak ingin dia semakin menghisap sari pohon itu. Jadi, aku lebih suka membunuhnya bahkan sebelum berkembang. Mungkin inilah alasanku, sebagai peringatan bahwa mereka belum layak untuk mencintaiku dan aku tidak ingin mencintai ataupun dicintai.

Setidaknya dengan begitu aku bisa melindungi diriku sendiri, beban hidupku sudah terlalu berat untuk aku pikul jadi aku tidak ingin lebih banyak menanggung beban, apalagi untuk sebuah cinta yang bahkan aku tidak benar-benar mengerti apa maknanya.

Jadi sekarang aku harap kamu mengerti maksudku. Jika saat ini aku belum bisa mencintai siapapun sebelum aku berhasil mencintai diriku sendiri. Aku juga tidak bisa memintamu untuk membantuku dan menjadikan kamu sebagai alasan aku untuk mencintai diriku sendiri. Aku tidak bisa melakukannya karena sejatinya aku layak untuk dicintai dan aku berharga. Oleh karena itu aku akan memberikannya di momen waktu yang tepat.  Cinta.

20 April 2022

Wajarkah Jika Saat Ini Aku Lelah


Hujan malam ini turun begitu tepat sesuai dengan suasana hatiku hari ini. 

Padahal menurut perkiraan cuaca seharusnya hujan turun sekitar dua jam yang lalu. 

Kalau dipikir Tuhan emang ngga pernah salah.

Hari ini tiba-tiba suasana hatiku berubah menjadi sangat buruk. Seperti pada buku yang berjudul "The Reason To Stay Alive" rasanya seakan kabut gelap berada diatas kepalaku. Bahkan kabut itu sedang mengitari tubuhku. dari dulu aku selalu membayangkan  tubuhku memiliki aura gelap dan terdapat lubang dibagian tengahnya. Sayangnya orang-orang tak pernah tahu.

Semakin dewasa aku semakin ngga pernah bisa mengerti dan memahami pikiran bahkan semakin sulit untuk aku kontrol, aku bahkan hampir sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya aku pikirkan dan rasakan. Aku berusaha menebak tapi tak pernah tepat dalam memutuskan apa yang terjadi dalam diriku sebenarnya.

Aku bahkan ngga bener-bener paham dan mengerti apa yang sebenarnya membuat aku merasa kelelahan. Aku makan dengan baik, tidur dengan baik, menjalani hidup dengan baik juga, bahkan aku belum menemukan masalah yang cukup mempengaruhi hidupku saat ini. Bukankah seharusnya aku baik-baik aja?

Tapi, semakin aku berpikir, aku juga ngga baik-baik aja. Aku masih merasa lelah sepanjang hari. Saking lelahnya, aku ingin berhenti, aku ingin mengistirahatkan diriku sebentar. Tapi disisi lain aku merasa ngga layak mendapatkan waktu istirahat karena aku merasa perasaan lelahku ini ngga wajar. Bahkan sekalipun aku berusaha untuk beristirahat, aku merasa terkesan melarikan diri. 

Jujur dengan apa yang aku alami saat ini membuat aku bingung? apakah wajar jika aku mengalami perasaan lelah yang ngga jelas? apakah aku layak untuk beristirahat? istirahat seperti apa? atau aku hanya melarikan diri dari kenyataan? apa aku masih saja ketakutan? apa aku masih berusaha menerka-nerka apa yang akan terjadi dimasa depan?

Perasaan ini membuat aku kebingungan, aku juga merasakan kalau jiwaku ingin berteriak dan memberontak, mulutku bahkan ngga sanggup buat membantuku bercerita dan aku cuman menangis sampai mataku bengkak.

Aku hanya lelah meskipun aku tidak benar-benar tahu alasan ataupun penyebabnya.


14 April 2022

Perjuangan Skripsi: Judul Part II

Welcome to 2022 :-\

Sejujurnya sangat menyakitkan buat aku untuk bisa menceritakan pengalaman ini karena luka aku tuh belum sembuh sepenuhnya. Aku masih kambuhan dan masih berusaha buat menerima apa yang terjadi. Meskipun gitu, aku harap dengan aku menuangkannya dalam bentuk cerita disini aku bisa sedikit lebih lega dan lebih baik utamanya aku bisa lebih menerima secara lapang dada dengan apa yang aku alamin :)

Sejujurnya aku mulai lupa apa yang aku alamin tapi aku akan berusaha menceritakannya mulai dari bulan Januari 2022.



Dibulan Januari keadaan emang jauh lebih baik, aku mulai bisa menjalani kehidupan normal aku lagi. Konflik dengan ibukku juga bisa dibilang selesai setelah panduan minum obat udah dibuat. Itu artinya aku harus kembali ke realita dan jalan hidupku lagi, yaitu skripsi.

"Aku menghela napas dulu yaa, karena bener-bener berat rasanya harus inget kejadian ini. "

Setelah menghindar cukup lama, aku terpaksa melihat kenyataan, judulku yang belum beres dan aku yang masih berusaha keras meyakinkan dosen pembimbing aku buat bisa lanjut buat skripsi karena posisinya judul aku udah di acc fakultas dsb. 

Di bulan Januari ini, aku berusaha untuk melakukan konsultasi judul baru dengan dosen wali aku. Aku ambil judul tentang tema "KPOP" tapi kenyataan pahit harus aku telan karena dosen wali aku sangat menentang topik itu dan menyarankan aku ke topik yang lebih "agamis". 

Waktu itu aku menyerah buat mempertahankan judul itu dan kembali ke judul lama aku dengan penuh ketakutan.

Tetapi, dibalik ketakutan terbesarku tentang skripsi ini ada satu yang membuat aku yakin untuk lanjut dan nekad biar skripsi aku cepet selesai yaitu Bangtan. 

Kenapa? Kenapa bukan orangtua alasannya?

Uhm, aku tau orangtua juga alasan utamaku tapi selain itu aku membayangkan kalo setelah wisuda nanti aku bisa membeli satu album Bangtan yaitu BE atau mungkin beberapa album lainnya. Membayangkannya itu buat aku bahagia banget, itu akan jadi hadiah terindahku. Jauh sebelum kejadian di tahun 2022 aku juga berekspektasi kalo aku bisa lulus di bulan Maret 2022 terus Bangtan gelar konser,aku nonton konser itu dan aku dapet album BE, aku bahagiain orang tua aku, aku terbebas dari skripsi, terus yaa aku bahagia bisa wisuda cepet. Itulah alasan aku buat bangkit dan mencoba untuk yakin.

Oh iya, seharusnya dipertengahan Januari aku kembali ke kota kampus aku berasal. Aku juga bilang sama temen deket aku buat ketemu dan beli satu barang couple. Tapi karena aku terlalu takut dan aku terlalu nyaman di rumah aku jadi sedih dan stress kalo harus kembali kesana. Padahal kalo aku pikir ulang, aku lebih nyaman di sana sendiri dan aku pikir aku lebih damai.  Entah, kenapa aku bisa takut juga stress kalo membayangkan harus hidup disana, sendiri haha.

Sampai akhirnya, aku memutuskan buat stay dirumah, dengan bayang-bayang ekspektasi "itu" aku kembali bangkit dan berjuang buat kerjain skripsi aku, setiap hari dalam seminggu yang aku mulai setiap pukul 09.00-11.30 siang aku habisin waktu sambil kerjain skripsi. Jujur aku stress, tertekan, juga ketakutan dengan kenekatan aku ini. Tapi aku berusaha yakin dan berusaha buat optimis untuk memperjuangkan ini. Aku menekan perasaan stress juga ketakutan aku lewat lagu-lagu yang aku putar dengan earphone aku keras-keras. Disela-sela itu aku nyanyi ngga beraturan, aku ngedumel gara-gara perasaan stress dan tertekan yang amat sangat menyesakkan dada (dulu aku ngga tau dan ngga sadar perasaan itu). Aku menekan diriku, dalam seminggu aku harus bisa menyelesaikan satu bagian biar aku bisa menyelesaikan skripsi aku dan segera sempro. Ah, jangan lupakan tentang ekspektasi aku yang setinggi langit itu. 

Oh iya, disisi lain aku liat tips-tips kerjain skripsi dari orang-orang twitter. Berbagai tips-trik aku praktekin biar aku cepet bikin skripsi dan rampung. 

Sampai di minggu berikutnya BAB I udah kelar aku buat. Aku udah siap buat bimbingan. Kalo kamu tanya gimana perasaan aku? Rasanya keadaan aku mulai mengkhawatirkan haha, aku tetep aja gemetaran, napas pendek-pendek, jantung berdebar dan ngga bisa berpikir. Tapi, waktu itu dosen pembimbing aku bilang kalo intinya, aku harus nambahin referensi terkait dengan " materi persepsi" sebagai bagian utama pada latarbelakang. Oh, hari itu hari jumat kalo ngga salah aku bimbingan. 

Uhm, waktu itu aku sedikit lega karena akhirnya dosen pembimbing aku memberikan perhatian buat baca latarbelakang penelitian dan akhirnya aku bisa revisian pertamakali (bukan masalah judul). Untuk merayakan itu, aku ajakin kakak aku buat makan di salah satu cafe di sekitar tempat tinggal aku. Aku inget, waktu itu itu jam 17.30 aku berangkat sambil bawa laptop buat revisian ke cafe itu. 

Oh iya, sebelumnya aku juga berandai-andai buat pergi ke cafe yang ada live perfomance-nya dan cafe itu cocok buat memenuhi keinginan aku. Buat live perfomance itu dimulai sekitar pukul 19.00 malem.


Aku seneng sih bisa menemukan suasana baru dan aku bisa ngerasain revisian kayak mahasiswa pada umumnya yang lagi skripsian. 

Yah, cuman waktu itu aku ngga begitu konsentrasi karena otakku udah terforsir di satu hari itu juga dan kayaknya aku terlalu memaksakan diri. 

Singkat cerita tiba di awal bulan Februari, aku coba buat bimbingan lagi, aku udah persiapin jawaban, aku udah berlatih biar aku bisa menjelaskan latarbelakang skripsi aku ke dosen pembimbing aku biar aku ngga gugup atau ketakutan dan aku pingin banget bisa yakinin dosen pembimbing aku buat lanjutin penelitian aku. Tapi kenyataannya, di siang kala itu, kondisiku mencapai titiknya, aku deg-degan setengah mati bahkan jantungku kayak mau lompat keluar, tangan aku gemetaran, napas aku semakin pendek, cara bicara aku juga tersengal-sengal, aku ngga bisa menjelaskan materi yang bahkan udah aku catat sebaik mungkin, otakku juga ngga bisa berpikir dengan baik sampai kata-kata yang aku keluarin diluar ekspektasi aku dan ngga jelas. 

Bener aja, dosen pembimbing aku lagi-lagi ngga melihat hasil pekerjaan aku, beliau lagi-lagi mempermasalahkan judul skripsi aku, beliau bilang judul aku itu "ngga ada gambaran masalah apapun dibenak beliau" 

Gimana perasaan aku? Entahlah, aku pikir waktu itu aku masih pantang menyerah. Aku coba buat diskusiin ke kakakku. Aku minta pendapat dia seharusnya gimana. Dia kasih aku saran supaya aku tetep berpegang teguh dengan judul ini, dia juga bantu aku buat berani chat dosen pembimbing aku, mulai dari mempertanyakan alasan, menambah spesifikasi subjek dengan judul yang sama, mengganti subjek, sampai mengganti judul baru sesuai dengan rekomendasi dosen yang waktu itu menyarankan "kasus kekerasan seksual" 

Jujur aku sama sekali ngga yakin dengan situasi dan kondisi saat itu. Pilihan itu terasa sulit banget buat aku pilih tapi sayangnya aku ngga punya pilihan karena aku udah terjebak di jalan buntu. Jadi mau ngga mau aku pilih.

Sampai aku perwalian dengan dosen wali aku. Singkat cerita aku memanfaatkan momen itu buat menceritakan permasalahan aku. Dari awal sampai akhir aku ceritain ke dosen wali aku. Tapi ternyata beliau sama sekali ngga membantu apapun, beliau cuman mengatakan "Ya coba komunikasikan kembali permasalahan kamu dengan dosen pembimbing kamu, semoga dilancarkan". Rasanya? Hahahahahaha aku ketawa getir aja. Tapi waktu itu aku nangis hebat, aku ngedumel, aku ngumpat, aku marah, aku menyalahkan diriku sendiri, menyalahkan dosen-dosen aku, aku menyalahkan semuanya. 

Sayangnya, seberapa keras aku menangis waktu itu, ngga ada satupun yang peduli dengan keadaan aku. Padahal ibu dan juga kakak aku dirumah. Aku sedih banget. 

Meskipun gitu, aku kembali berjuang, tiba-tiba di grup bimbingan ada beberapa mahasiswa yang akan lakuin bimbingan online, aku pun masuk ke ruang obrolan itu. Sampai tiba giliran aku dengan keras kepalaku dengan egoku yang tetep berpegang teguh buat mempertahankan judul itu, bahkan bisa dibilang hubungan aku dengan dosen pembimbing aku jadi terkesan "alot/bersitegang" dan dosen aku bilang "saya takutnya kamu kesulitan untuk menjawab pertanyaan sidang kalo ambil judul itu" dan panggilan pun diakhiri karena dosen aku ada kepentingan.

Lagi-lagi aku cuman bisa nangis, bahkan disetiap aktifitas yang aku lakuin aku bisa tiba-tiba nangis sendiri. Jantung aku, napas aku, tubuh aku bisa ngga bisa aku kontrol setiap inget kejadian itu. Waktu itu, kakak aku sempet nanya "gimana hasil bimbingannya?" Tapi aku bahkan ngga ada kuasa buat cerita atau ungkapin perasaan aku karena aku cuman bisa nangis dan aku ngga bisa mengontrol itu. 

Oh iya sebagai tambahan, semenjak kejadian di awal bulan januari aku males banget buat mandi aku bisa mandi setiap 2 hari sekali. Jadi aku cuman cuci muka+sikat gigi aja. Baru kalo aku ngerasa risih sama badan aku, aku mandi sabunan juga keramas. Makan aku juga ngga teratur, aku bisa laper banget atau bahkan ngga laper sama sekali, bisa dibilang aku mulai ngga merawat diri. Aku yang suka makeup+skincare-an sama sekali ngga ada niatan buat lakuin itu. Kamu pernah ngga sih, takut bahkan sekedar memejamkan mata buat tidur? Aku saking takutnya aku tidur larut sekitar jam 01.00-03.00 pagi aku baru tidur atau pernah sekali aku ngga tidur, aku habisin waktu malem aku buat nonton drama china yang kebetulan juga bagus banget. Drama itu bisa sedikit menekan rasa stressku waktu itu. 

Oh iya, semenjak itu juga, aku bisa tiba-tiba cemas berlebihan sampai deg-degan parah, napas juga pendek dan berujung nangis. Aku bener-bener ngga bisa ngontrol pikiran dan perasaan aku. Aku udah bener-bener ngga tahan dengan apa yang aku rasain dan aku berpikir "aku butuh bantuan professional karena aku udah ngga sanggup buat menangani ini sendiri" dan aku pun kembali untuk kedua kalinya lakuin konsultasi ke psikolog secara online. Aku ngga berpikir panjang soal biaya karena aku bener-bener sampai ditahap "aku ngga sanggup lagi". 

Bersambung ....

 





13 Maret 2022

A Day In My Life : Nobar Permission To Dance On Stage Seoul

Halo selamat pagi🌞

Eh tapi belum tentu juga post ini kalian baca waktu pagi. Uhm, tapi ngga apa-apa. I hope you have a great day. So, what i'm doing of the day?



Oh iya, semalem kan malam minggu yaa, aku emang ngga kemana-mana dan emang always di kosan, di rumah juga begitu si yaa. Nah, aku udah renacana banget di malam minggu itu aku mau nonton film yang bener-bener lagi hits banget yaitu "Redeeming Love". Udah ada yang nonton filmnya? 

Sebenernya yaa, aku bukan tipe anak film gitu. Maksudnya ada 'film baru' aku tonton dan sebagainya. Kalo aku itu lebih suka nonton drama atau apa yaa drama yang episodenya pendek gitu, aku suka. Jadi untuk perkembangan film aku ngga begitu ngikutin. Akan tetapi, si film Redeeming Love ini udah beberapa kali nongol di Tik Tok aku, dari komentar ataupun postingannya pun banyak yang bilang kalo film ini sebagus itu, semenyentuh itu, bahkan ada yang berharap bisa punya pasangan sepengertian Michael. Darisitulah aku penasarankan, kayak apa sih filmnya. Terus aku tonton deh di malam minggu aku wkwkwkw.

Penjelasan aku terlalu bertele-tele yaa? Hahahaha ngga apa-apa aku sengaja kok. Asalkan aku bahagia wkwkw tapi mungkin ini akan menjadi tulisan yang cukup panjang sih. Nah, sekarang aku mau kasih sedikit pendapat  aku tentang film Redeeming Love ini. Menurut aku yaa, di awal film dimulai, jujur aku cenderung bosen terus agak ngga betah gitu, ditambah latarnya di tahun lama gitu jadi semakin membuat aku agak gimana gitu yaa. Meskipun gitu aku salut sih karena penggambaran latar tahun lamanya tuh bener-bener sedetail itu dan bagus bangetlah kayak ngga nyangka kalo film itu dibuat di tahun 2022. bener ngga sih?

Meskipun diri ini merasa bosan tapi tetep aku tonton dan makin lama kayak "Wah gila", kayak apa yaa terkejut "iya" kagum, "iya" Menyentuh "iya" dan nilai-nilai kehidupan ada, nilai-nilai ke-Tuhan-an juga ada kayak film ini mengajarkan bahwa "Keajaiban Tuhan" itu emang nyata dan ada. Bagaimana cara kita berkomunikasi atau berdoa kepada Tuhan, Bagaimana doa itu harus disampaikan secara detail keinginan kita tuh apa, dan disitu bener-bener kayak "wow". aku bingung harus aku jelasin gimana.

Maaf yaa kalo aku ngga bisa menceritakan detail cerita atau gimana gitu karena aku ngga pandai kalo harus review film guys.

Jadi aku selesain nonton film itu sekitar jam 23.00 -an. tapi habis nonton itu aku belum bisa tidur sih walaupun akhirnya aku paksa tidur juga jam 00.00-an atau hampir 00.30-an yaa aku lupa. Soalnya aku sebelum tidur suka scroll medsos dulu sih yaa, kalo ngantuk baru aku tidur.

Keesokan harinya,  aku bangun sekitar pukul 04.30 pagi. Jam segitu udah kayak alarm bangun tidur aku. Mau tidur selarut apapun bangun tidurku jam segitu. Jadi langitpun masih gelap.


Menurut aku pemandangannya cukup cantik, apalagi ada titik-titik lampu dari rumah penduduk tuh kayak bintang. Kalo matahari muncul tuh bagus juga, kayak siluet gitu. Sebenernya mau aku foto tapi waktu aku lagi nunggu matahari terbit ibu aku nelpon jadi ngga bisa liat matahari terbit deh dan ngga ke foto.

Setelah telponan selama setengah jam, aku rebahan aja sampai jam 07.30 buat salat dhuha. Habis itu rebahan lagi sambil nonton drama china, judulnya "cute programmer". Kali ini ngga aku review yaa. Kepanjangan nanti. 

Sekitar jam 10.00 pagi aku memutuskan buat sarapan.


Hmm, kalo ngga lakuin aktifitas berat aku ngga suka makan nasi kalo pagi hari. Jadi paling aku ganti sama camilan aja kalo ngga roti tawar kayak gambar diatas atau oatmeal. Sebenernya ngga mengenyangkan cuman daripada harus makan nasi rasanya perut aku ngga nyaman.

Kamu tahu ngga apa yang terjadi setelah itu? 

Jantung aku deg-degan parah huhu. Jadi ceritanya aku bikin ?latte? Karena aku bimbang buat minum susu aja atau kopi aja jadi aku campurlah mereka dan ngga tau kenapa jantung aku ini bisa deg-degan. Padahal kamu tau sendirikan kalo aku tuh sebenernya suka kopi pait gitu. Toh biasanya juga ngga ada masalah sama kopi. Dulu aja aku minum kopi banyak juga ngga deg-degan kayak gini. Selain deg-degan perut aku jadi ngga nyaman, juga leher aku nyeri, kepala aku kliyengan. Padahal hari itu aku ada acara pukul 15.00 sore. Mungkin penyebabnya itu karena aku mau pergi mencoba pengalaman baru hahaha 

Sebenernya hari ini tuh aku seneng banget karena akhirnya aku bisa dateng ke event nobarnya BTS Permission To Dance In Seoul dan event ini tuh event nobar konser BTS pertama yang aku datengin. Berhubung aku daftar ke acara ini sendiri jadi menurut aku kayak apa yaa ... bener-bener aku keluar dari zona nyaman aku?

Baca juga : A day in my life : KAI Kloor Concert

Which is, aku harus daftar sendiri, memulai obrolan dengan temen baru, kumpul dengan temen-temen baru segalanya baru dan aku harus menghadapi situasi ini sendiri yang mungkin inilah yang menyebabkan aku jadi deg-degan tadi. Meskipun begitu, aku seneng banget, karena aku bisa ketemu temen-temen army yang super baik, ramah dan juga pengertian. Borahae Army ...💜

Baca jugaA day in my life : Nobar Yet To Come BTS

Oh iya untuk event-nya itu juga di hotel di ujung kota sana. Jadi bisa di bilang perjalanan kita itu dari ujung ke ujung mungkin sekitar 30-60 menit perjalanan. Untuk harga eventnya sendiri Rp. 150.000 dengan pembayaran via online juga.

Ini adalah flyernya/detailnya yaa .. jadi sebenernya aku iseng guys cari event ini tuh. Tapi dari pengalaman aku dulu aku coba cari-cari apakah di kota ini ada event nobar konsernya Bangtan dan yaa ketemu dan aku seneng banget juga nekad begitu.

Uhm, sebenernya aku ngga berangkat sendiri juga sih, karena ada beberapa temen army yang juga satu daerah sama aku jadi kita berangkat bareng juga (aku kenal mereka karena kalo kita udah join event ini akan ada grupnya sendiri). Berhubung tempat acaranya jauh dan biasanya kalo lewat pusat kota itu macet dan rasanya kayak di planet merkurius yah (panas), kita putusin buat ambil jalan lewat pinggiran kota. Nah, aku yang ngga paham kalo lewat pinggiran kota semakin bingung guys tapi alhamdulillahnya tuh temen aku ini dia selalu nunggu di setiap persimpangan jalan, jadi dia bener-bener memastikan kalo ngga ada bagian dari rombongan yang ketinggalan. 

Sesampainya di hotel kita langsung naik lift dan sampai di lantai dua itu udah rame banget dengan para army yang ngantri buat pengecekan tiket masuk dan sebagainya. Jadi yaa kita pun ngantri sambil kenalan dengan temen-temen army baru. Oh iya, sembari ngantri kita juga disuguhin banner/background permission to dance yang mana ada foto member gitu (aku cari backgroundnya ngga ada). Wah, gila sih. Menurutku apa yaa, nobar aja suasananya udah kayak ikut konser beneran coba. Apalagi kalo beneran yaa ... doain aku yaa guyss semoga kita bisa dateng ke konsernya Bangtan.

Oh iya, karena berhubung event ini ngga cuman konser aja tapi juga birthday party nya Yoongi jadi setiap army yang dateng itu diminta buat bawa kado senilai Rp. 10.000 gitu. Jadi di barisan antrian army kita juga diminta buat kumpulin kado dan ambil nomer undian doorprize. Disini aku bikin bungkusan kado yang menurutku agak unik yaa .. karena aku kepengen banget orang yang nerima kado aku ini bisa merasakan ketulusan aku. Tapi, aku ngga akan kasih tahu isi kadonya yaa guys huhu rahasia. Uhm, yang jelas isinya barang yang berhubungan dengan karakter yang pernah Bangtan buat, salah satu membernya adalah buatan Hobi. Silakan eksplor sendiri yaa, kira-kira apa ..


Meskipun kurang rapi (difoto ngga begitu keliatan sih) tapi aku cukup puas, ditambah detail bunga ungunya. Cantikkan? Bungkus kadonya bentuk baju yaa. Aku kasih nama model bajunya tuh "baju batik dengan aksen style Taehyung" wkwkwk kenapa Taehyung? Karena beberapa kali aku liat bajunya Taehyung tuh selalu ada aksen hiasan apa gitu yaa di bahunya gitu. Makannya aku sengaja taruh bunganya di bahu. 

Aku kasih liat yaa model baju yang aku maksud dengan aksen Taehyung .. aku ambil gambarnya dari pinterest.


Kalian sering ngga sih liat Taehyung pakai baju/konsep yang kayak gitu? Ya begitulah yaa pokoknya wkwkwkw

Lanjutt ..

Nah sebenernya aku agak takjub sih karena tempat acaranya keren banget gitu lho. Maaf ya kalo aku agak norak tapi gimana yaa emang bagus terus luas dan keliatan 'wah' gitu. ada tiga LCD proyektor yang disediain dan ada tiga bagiantempat duduk juga. Waktu itu aku sempet kehilangan temen rombongan aku gara-gara aku lagi cariin nomer undian aku yang hilang (tapi akhirnya ketemu juga sih) dan waktu aku mau cari tempat duduk ternyata temen aku ini manggil dan kita pun duduk sebaris. Ahhh temen aku baik banget, jujur meskipun kedengerannya sepele tapi itu sangat bermakna buat aku karena aku merasa dihargai sama mereka. Aku berharap aku bisa memperlakukan mereka lebih baik lagi.

Sama seperti sebelumnya aku ngga akan spill gambarnya karena aku pikir privasi yaa guys, soalnya kan ada banyak army lain, aku takutnya wajah mereka tereksposkan melanggar privasi aja gitu.

Kamu tahu hal yang bikin aku kayak "wah ternyata kita sama." adalah maaf yaa army masalahnya kita tuh sama-sama heboh bareng dan apa yaa bener-bener ngeluapin perasaan kita kayak jejeritan bareng, nari-nari bareng pokoknya tuh kita satu vibes lah. Ya iyalah yaa namanya juga satu perbucinan wkwkw. Kenapa aku bilang kayak gini, karena aku kira aku yang gila gitu heboh sendiri kalo liat Bangtan, aku pikir aku aneh dan apa yaa ... ngga nyantai? tapi setelah aku ketemu sama kalian aku merasakan hal itu dan disitu aku merasa kayak "oh ternyata aku ngga heboh sendiri." karena di lingkungan aku tuh ngga ada yang terlalu heboh kayak aku. Jadi aku merasa unik gitu lho wkwkwk 

Di acara itu juga penyelenggaranya bilang intinya "ngga usah malu kalau kamu mau lebih bebas berekspresi ataupun nari, lakuin sepuas kamu dan sesuka kamu".

Jujur yaa, aku apa yaa meskipun masih agak jaim tapi aku bener-bener coba buat lebih ekspresif gitu karena disitukan kita satu kegemaran yang sama jadi aku ngga perlu takut di judge ya kan? 

Aku teriak, aku nari, aku senyum-senyum, heboh aku .. ah begitulah yang jelas sisiku yang sama sekali ngga pernah aku tunjukkin ke orang atau temen aku keluarin disana, termasuk sisi yang tanpa kusadari sisi bahagiaku bener-bener muncul saat itu mungkin itu yang buat orangtuaku ngga ngelarang aku buat fangirling hahaha

Di menit-menit menjelang akhir acara, temen-temenku ajakin aku buat ikutan photobooth. Again, aku merasa bermakna banget diperlakuin kayak gitu, makasih banyak yaa💜. Kita emang sengaja photo di menjelang sesi terakhir karena kalo harus nunggu acara selesai bakalan rame banget. Sebenernya aku mau tunjukkin tapi ngga bisa karena privasi, nanti aku kasihnya di akhir aja yaa.

Oh iya di akhir sesi acara ada sesi foto bersama para army dan juga penyelenggara eventnya. Untung aku agak keliatan sih pas difoto meskipun kepalanya aja wkwkwkw

Terus sebelum pulang kita pilih kado yang tadi dikumpulin. Aku sempet cari kado yang aku buat tapi ternyata udah ngga ada kayaknya. Terus aku cari kado buat aku sendiri, ada banyak pilihan dari yang besar sampai yang kecil. Jujur yaa, aku sempet mikir buat pilih yang besar karena pada umumnya orang-orang akan cenderung berpikir kalo "Barang yang besar itu akan menghasilkan sesuatu yang bagus atau paling menarik (harta karun?)" Iya kan? Tapi setelah aku pertimbangkan, "aku ngga butuh barang yang besar, bukan itu yang aku mau." Sampai aku lihat ada satu kotak kado seukuran telapak tangan, kotaknya kecil tapi saat aku kocok isinya lumayan wkwkw setelah aku ambil dan sedikit berpikir "apa isinya akan sesuai harapan aku?" Aku ambil deh kadonya. 

Uhm, beberapa temen aku kaget karena barang yang aku pilih adalah kotak kecil. Tapi setelah kita membuka kado sama-sama aku bener-bener puas dengan yang aku pilih. Apa yang aku harapin ada disana. Aku dapet 2 gantungan kunci gambar Bangtan terus karakter kookie, dan yang aku harapkan juga yang paling aku suka adalah 7 photocard hologram. Emang bukan official tapi aku bahagia bisa dapet itu. Bagiku hadiah itu cukup berharga buat aku.

Terimakasih banyak untuk Army yang memberikan hadiah itu💜 aku pikir jika kita melakukan sesuatu dengan ketulusan, Tuhan akan memberikan hal yang sama💜 aku berharap kamu juga merasakan itu💜

Sekitar pukul 19.30? Anggap aja kayak gitu, beberapa temenku ada rencana buat makan bareng sebelum pulang, awalnya aku nolak tapi setelah aku pertimbangkan, aku belum makan apa-apa dari pagi, aku pun milih buat makan bareng karena hari juga udah gelap dan aku pasti akan langsung tidur dan mungkin ngga makan dan yang paling utama adalah aku ingin menjalin keakraban dengan mereka temen baru aku. Itulah alasan kenapa aku memilih untuk makan bareng.

Ngga aku sangka kita makan di salah satu tempat makan ?junkfood?, aku ngga sempet foto makanannya karena aku cukup menikmati suasana saat itu. Malam itu aku cukup berterimakasih kepada salah satu temen army yang aku sendiri baru tahu namanya saat kita makan bareng karena udah memberi kami traktiran makanan. Bodohnya aku salah memanggil nama kamu, dan itu yang buat aku malu dan ingin rasanya tenggelam ke dasar laut.

Setelah makan malam, kami pun pulang bareng tapi sayangnya saat kami udah seperempat perjalanan hujan mengguyur kota. Aku bener-bener ngga sadar kalo hujan yang aku terabas adalah hujan deras. Dua temen aku berhenti di perjalanan mereka, tapi berhubung rasa capek yang aku rasain aku sama sekali ngga ngerasain hujan deres yang aku rasain saat itu adalah gerimis. Entah ngga sadar atau aku yang emang bodoh. Temen aku sempat kasih tau aku buat berhenti tapi aku tetep terjang hujan itu. Sampai saat aku hampir sampai di tikungan kampus 1, aku baru sadar sesadarnya saat aku ngerasain jalanan yang banjir dan derasnya aliran air yang turun ke jalan. Cipratan deras dari air banjir yang terciprat ke arah aku. Tapi aku juga ngga bisa berhenti disituasi itu karena aku ngga mau sepatu yang baru dua kali pakaiku, sepatu terbaikku dari brand lokal pertamaku terkena banjir. Aku juga berusaha melindungi tas yang juga baru dua kali pakaiku, dan yang penting adalah merchandise acara nobar tadi. Aku melindungi mereka disela kakiku. 

Aku bener-bener berada di ambang "ngga peduli" apakah aku akan jatuh/tertabrak/menabrak kendaraan karena masker yang aku pakai buat kacamata aku berembun belum hujan deras yang buat jarak pandangku sempit. Aku bener-bener ngga bisa menggambarkan hal apa aja yang aku lewati atau situasi seperti apa yang sedang menimpa aku, yang paling aku inget adalah aku hampir menabrak/tertabrak mobil sedan, beruntungnya sinar lampu mobil itu buat aku sadar dengan benda yang ada di depan aku jadi aku bisa ngehindarin itu. 

Makin lama aku makin sadar hujan yang turun waktu itu makin deres, aku akhirnya mutusin buat neduh, meskipun sebenernya ngga berguna karena bajuku udah basah kuyup. Aku bener-bener ngga tau apa yang aku pikirin karena itu adalah hujan deres bahkan daerah kampus aku banjir bandang :( 

Tadinya aku mau pakai jas hujan tapi sekali lagi, jas hujan yang aku pakai pasti ngga akan berguna karena percuma aja, baju aku udah basah. Jadi aku putusin buat menerabas hujan sekali lagi karena aku pikir "udah hampir sampai."

Sampai akhirnya aku bisa sampai ke kosan aku dengan bajuku yang meneteskan air. Untung aja aku ngga gemetaran. Kadang aku merasa tubuhku kayak baja haha

Setelah sampai aku buru-buru mengecek kondisi tas dan merchandise yang aku bawa dan betapa ajaibnya mereka sama sekali ngga basah, barang-barangku kering. Aku bener-bener bersyukur. Lagi, aku baru sadar kalo sepertinya aku harus lebih memperhatikan diriku sendiri hahahaha

Uhm, kayaknya aku sampai kosan jam 21.30 sekitar jam segitu dan tanpa berlama-lama aku merebahkan diriku (setelah membersihkan diri dan kamar kosan yang aku nyebutnya kayak kandang babi😭). Aku udah lama banget ngga ngerasain sensasi capek aktivitas haha rasanya lebih menyenangkan capek aktivitas daripada pikiran bukan?

Apalagi yaa, apa ada sesuatu yang perlu aku ceritain lagi?

Ah, barang-barangnya.


Yup, itu barang-barangnya. Oh, aku sengaja backgroundnya ramai dan bikin sakit mata buat diliat karena aku bingung harus foto mereka dimana wkwkwkw begitulah. 

Sekian :)

***

Pesan untuk temen army khususnya kepada temen rombonganku. Aku ngga tau harus manggil kalian dengan sebutan apa. 

Secara penuh dengan ketulusan aku mengucapkan terimakasih banyak atas bantuan, pengertian serta segala hal yang udah kalian berikan ke aku. Aku bener-bener merasa bermakna dan dihargai oleh kalian. Meskipun aku adalah temen baru sekaligus orang asing, kalian memperlakukan aku dengan sangat baik. 

Disisi lain aku minta maaf dari lubuk hatiku paling dalam karena aku belum bisa menjadi teman yang baik atau memberikan kesan baik pada kalian. Aku sangat mengakui kalo aku adalah orang yang kaku :( tapi meskipun begitu aku mencoba agar kalian juga merasa nyaman sama aku dan aku berharap aku bisa memberikan sesuatu yang lebih baik buat kalian. 

Terimakasih banyak Army💜

Borahae💜




13 Februari 2022

Perjuangan Skripsi: Judul part 1

Halo disini aku akan ceritain perjuangan aku bisa mendapatkan judul skripsi.

Cerita ini akan sangat panjang yaa kayaknya tapi akan aku coba aja buat menceritakan berbagai permasalahan aku. Semoga berkenan.



Aku mulai dari akhir semester 6. Bener-bener akhir kayaknya waktu itu. Sekitar bulan Juni. Jadi, berhubung mata kuliah aku udah selesai semua tinggal KKL, PPL dan KKN aja pihak fakultas aku nih ngejar-ngejar mahasiswanya buat bikin judul skripsi. Nah, ketika dalam kondisi itu aku ngerasa "khawatir banget" bener-bener apa yaa, kayak "masih belum siap" aja gitu buat menghadapi kenyataan kalo aku udah semester tua. Cuman karena waktu itu, posisi aku masih dibilang "wajar buat menghindari skripsi" karena kan aku masih ada beberapa kegiatan praktek jadi aku pikir "ah, masih lama." 

Meskipun pada kenyataannya aku kayak tetep mikir gitu "duh gimana yaa skripsi aku." Cuman balik lagi, aku kayak "bodo amat" alhasil di pertengahan apa yaa dulu, seingetku bulan juni mungkin, beberapa temen kelas aku udah bikin judul skripsi dan dapet pembimbing. Jujur aja, aku sebagai mahasiswa sekaligus temen kelas mereka "panas donk" kayak "semakin prihatin dengan keadaan diri sendiri". Awalnya aku menghindari lagi, orang kenyataannya aku belum bisa mikir skripsi. Sampai akhirnya, makin banyak tuh yang ngajuin judul, "makin panaslah aku".  

Singkat cerita aku ngajuin judul, eh ditolak sama dosen wali. Katanya, masalah tentang "media sosial" udah banyak yang neliti. Gantikan aku judulnya. Mikir keras lagi. Waktu itu juga ada temen aku yang udah bikin skripsi dia mungkin masuk BAB 1/2. Wah dah tuh pikiran makin kacau. Belum kadang orang tua/keluarga besar, kalo ngobrol tentang kuliah suka bahas "lulus cepet/skripsi gimana." Makin stress kan aku. Beberapa kali di tolak sampe akhirnya aku ketemu judul dan diterima. 

Waktu itu aku seneng banget, teriaklah, lompat lah, aku cerita sama temen aku itu. Dia itu salah satu alasan aku semangat buat ngajuin judul guys. Setelah di Acc, aku buat tuh proposal. Cuman seingetku dulu aku masih "ngot-ngotan" bikinnya karena aku masih ada beban yang lain yaa jadi otakku ini ngga bisa fokus. 

Pokoknya jeda antara setiap kejadian itu lama, adakali satu bulanan dari ngajuin judul, terus bikin praproposal. Sekitar akhir agustus/awal september aku ngajuin proposal ke jurusan. Sampai akhirnya di Acc lagi. Terus pertengahan september kayaknya (pokoknya selesai PPL) aku ngurus tanda tangan acc judul ke jurusan. Sampai akhirnya aku dapet pembimbing (1 dosen wali, 1 pembimbing). 

Singkat cerita lagi nih, setelah dapet informasi bahwa ternyata bimbingan pertama itu mahasiswa harus konsultasi tentang praproposal ke pembimbing 2. Akhirnya, modal nekad, aku beraniin diri buat bimbingan. Kalo ditanya gimana perasaanku, parah, aku ketar-ketir guys, ngga tenang hidupku. Manalagi dosen aku nih ngajak bimbingannya habis maghrib. Oh iya, aku lupa, posisinya juga aku ngga cerita apapun sama keluarga/kakak aku dan aku bimbingan di rumah. 

Sampai giliran aku bimbingan, kesan pertama yang aku dapet adalah pembimbing aku galak banget, aku dicecar habis-habisan, ditolak, intinya penelitian aku ngga jelas udah gitu judulnya bermasalah. Beliau bahkan ngga baca praproposal aku. Bodohnya aku, waktu ditanya aku emang ngga bisa jawab dan Ngang Ngong doank. Entah saking gugup/gimana sampai ngga bisa berkata-kata. Dari bimbingan itu, barulah aku cerita sama kakakku tentang permasalahan aku. 

Aku lupa detailnya dia bilang apa, yang jelas tuh kayak gini "yang butuh cerita siapa, yang cerita siapa." Dan sebelnya lagi kakak aku tipe yang kalo aku cerita adalah kaum mendang-mending. Makannya aku ngga cerita detail, selain karena aku lupa juga.

Sebelum cerita lebih lanjut, jujur semenjak kejadian itu aku masih agak gimana yaa, males juga stress gitu buat memulai BAB 1, kenapa? Mungkin karena aku kurang banyak persiapan dan pertimbangan aku ragu banget sama judul yang aku ajuin. Entah kenapa aku ngga yakin gitu loh. Makannya aku ngerasa kayak "bingung". Beberapa temen/pun saudara aku ketika aku tanya, mereka "paham sama skripsinya". Disitu aku ngedown dan ngerasa kayak "kok kayaknya aku bodoh banget yaa". Aku semakin bimbang dan kayak "udahlah nekad aja , kerjain BAB 1 dulu". Karena kata orang, "jangan males bikin skripsi". Udah tuh, aku coba buat. Sebenernya, setelah bimbingan pertama, aku udah berusaha cari judul baru tapi aku bener-bener pusing dan mungkin "aku menolak kenyataan". 

Tapi yaa dari bimbingan pertama itu yang bikin aku kayak semakin stress, semakin kacau dan ngga jelas. Jadi, aku tuh kayak berusaha, kayak berjuang, tapi aku ngga ngerti yang aku perjuangin apa. Aku ngerjain, cari materi tapi aku ngga ngerti arahnya. Aku frustrasi, disitu aku ketakutan dan disela aku menghindar. Aku ketemu sama yang namanya KKN di awal Oktober kalo ngga salah. Otomatis, aku yang tadinya stress skripsi jadi stress KKN (sedikit teralihkan). 

Ya bisa dibilang aku selalu menghindar terus sama yang namanya skripsi, mulai muncul ketakutan, kecemasan cuman waktu jaman KKN belum parah. Oh iya, aku juga stress karena belum tes TOEFL dan IMKA padahal sebagian besar temen-temen aku udah selesai semua. Tapi lagi-lagi aku menghindar, meskipun kadang di sela KKN aku belajar buat persiapan TOEFL dan juga kerja sampingan.

Selepas KKN selesai (tinggal sisa-sisanya aja) aku kan banyak waktu senggang, mulai tuh kepikiran skripsi tapi aku menghindar buat belajar TOEFL, dan aku bener-bener belajar itu sekitar akhir bulan November/awal Desember.

Kenapa aku belajar TOEFL, karena rencananya bulan Desember aku mau nekad tes TOEFL biar ngga ketinggalan. Namun ternyata Tuhan berkata lain, aku justru semakin dihadapkan banyak masalah. 

Awal permasalahan itu dateng waktu, pertengahan Desember dimana aku ada acara keluarga besar (aku ngga akan bahas detail), keluarga aku dikasih baju, dibikinin susunan acara spesial yang mana aku dari jauh-jauh hari udah mikirn style outfit aku dari atas sampai bawah. Aku bahkan ngga segan glontorin uang buat beli tas dan sepatu baru buat acara itu. Padahal posisinya aku ngga punya banyak uang. Ada sih uang hasil aku kerja freelance waktu disela KKN. Aku udah berekspektasi tinggi buat acara spesial bareng keluarga aku. Sampai h-3 (acara hari sabtu) aku kebetulan ada acara kampus tentang skripsi, udah tuh stress aku kumat. Disisi lain tiba-tiba aku dapet telpon buat kerjain job baru dengan deadline beberapa jam. Panik banget waktu itu. 

Beruntungnya aku punya temen deket yang selalu temenin aku. Jadi di hari itu, aku bisa berbagi cerita dan setidaknya kehadiran dia sedikit memberikan aku napas juga keseruan. 

Belum lama dari permasalahan itu, aku dapet kabar kalo kakak aku sakit perut akut dan harus dilarikan ke RS. Aku yang dari dulu berusaha untuk "baik-baik aja" dan pasang topeng kuat langsung down seketika. Gambaranku buat dateng ke acara keluarga besar bahkan planingku buat Tes TOEFL gagal total. Aku sedih banget. Aku nangis dan marah disaat bersamaan. Ngga cukup dari itu, aku tahu kalo ternyata temen aku lagi ujian skripsi. Betapa hancurnya aku ketika semua kejadian terjadi secara berturut-turut. 

Waktu itu jelas yang pertama kali aku pikirin adalah "menyalahkan". Aku nyalahin Kakak aku, aku nyalahin orang tua aku, aku nyalahin momen sidang skripsi temen aku yang ngga tepat (aku ngga bisa menjadi temen yang bener-bener bahagia buat rayain keberhasilannya dia), dan yang paling besar adalah aku menyalahkan diriku sendiri. Aku menyalahkan jalan takdir Tuhan. Aku nangis hebat, aku ngga bisa tidur, aku minum kopi pahit (yang justru memperburuk keadaan karena jantungku jadi deg-degan), dan aku ngga bisa tidur. Selain semua emosi itu, aku juga khawatir dengan keadaan kakak aku, perasaan kedua orang tua aku, dan posisiku. Oh iya, aku belum bilang kalo semenjak KKN aku tinggal diluar kota. Aku bingung dan kalut. 

Disaat itu, aku ngga punya seseorang yang bisa aku bagi cerita. Keadaan itu buat aku semakin terpuruk. Sampai keesokan harinya, penyakit kakak aku belum diketahui. Karena khawatir, aku coba bilang buat pulang ke kota asal aku, karena aku tahu mereka pasti membutuhkan bantuanku. Tapi, ibu aku bilang, kalo mereka baik-baik aja. Waktu itu ibu aku juga bilang kalo mereka ngga bisa dateng ke acara spesial itu dan meminta aku buat gantiin kehadiran mereka. Kalo ditanya perasaanku, aku kecewa banget sih, sangat kecewa. Aku udah mempersiapkan banyak hal dan mengorbankan banyak hal juga. Tapi, mereka ngga bisa hadir. Bagiku, ngga ada artinya. Lagi-lagi aku nangis, nangisin keadaan aku yang ternyata aku juga ketakutan dengan semua hal yang waktu itu terjadi sekaligus.

Ketika hari acara tiba, aku dateng dengan temen baikku setelah semalam aku berhasil membujuk agar dia mau dateng bersama. Sesampainya di tempat acara, hatiku terluka, aku bener bener mau nangis, karena keluarga aku ngga bisa hadir. Aku ngerasa waktu itu ngga seharusnya aku menjalani hidup bahagia, makan-makanan enak, tersenyum, tertawa, disaat orangtua dan kakak aku berjuang menjalani hidup. Aku bener-bener ngga layak mendapatkan itu semua. Tapi lagi, aku harus bersikap "baik-baik aja" meskipun rasanya aku telah melakukan dosa besar. 

Disini aku ngga menyalahkan siapapun, aku ngga menyalahkan acara itu ataupun setiap kejadian yang pernah aku lalui. Meskipun pada awalnya berat, tapi aku sadar, ini jalan takdir Tuhan yang harus aku laluin sendiri. 

Yang paling menyakitkan dari semua kejadian adalah ketika aku berusaha mendaftar sebuah percobaaan tes TOEFL secara gratis. Waktu itu, aku seneng banget karena walaupun aku ngga memenuhin syarat daftar aku bisa lolos buat ikutin tes itu dan menurutku tes itu ngasih aku peluang besar buat nguji kemampuan belajar TOEFL aku. Namun sayangnya, disaat kesempatan emas datang, tepat di hari Minggu jadwal tes, ibu aku nelpon dan minta aku buat pulang secepatnya. Awalnya aku nolak buat pulang senin, tapi ibu aku bilang, bapak aku ngga bisa terusan bolos kerja dan tetep minta aku buat pulang. Aku emang sengaja buat ngga jelasin konflik yang aku alamin karena aku ngga mau menambah beban mereka dan aku sadar kalo mereka sangat butuh aku. Jadi, aku ngga bisa bersikap egois. Lagi-lagi aku nangis dan berusaha melukai pergelangan tangan aku. Aku harap rasa sakitnya bisa menggantikan lukaku. Tapi sayang, aku terlalu takut untuk melukai tanganku. Dasar bodoh.

Bener aja, andai, ibukku mau nunggu hari senin aku pasti bisa ikut tes uji coba itu karena tepat di jam keberangkatan kereta budhe aku kasih tau kalo mereka akan dateng jenguk kakak aku di hari senin. 

Setelah tiba di kota asal, bapak aku jemput aku. Aku sedih banget dengan keadaan yang terjadi waktu itu. Tapi, aku bener-bener gak bisa nunjukin emosiku saat itu. Aku mikir "setidaknya aku harus terlihat bahagia supaya keluarga aku semangat melewati ini semua."  Yang tanpa kusadari "keterlihatan itu" memberikan sebuah luka yang cukup dalam bagiku. 

Sepanjang aku temenin keluarga aku di RS. Aku bener-bener harus tetep waras, aku ngga boleh stress ataupun mikirin beban hidupku sendiri. Aku mengalihkan perhatianku lewat drama china yang aku tonton. Aku juga ngga bisa melanjutkan belajar TOEFL aku, karena aku ngga bisa belajar di kondisi seperti itu dan rencanaku udah gagal semua. Jadi, ngga ada yang bisa aku harapkan lagi. 

Dan yang paling ngga bisa aku mengerti, ada orang yang bilang, "skripsi kamu udah sampai mana?" Dalam situasiku yang seperti itu. Ada juga orang yang bilang, "semangat." Disitu pula aku diem-diem nangis. Aku ngga kuat hadepin itu semua. Situasi saat itu bener-bener berat buat aku tanggung sendiri tapi aku, aku ngga punya siapa-siapa. Aku cuman bisa ngandelin diri aku sendiri. Seolah, satu kata itu udah berhasil meruntuhkan topeng tebalku dan waktu itu aku memilih buat pergi dari RS buat tenangin diri di rumah. 

Hari terus berganti kedaan/situasi ku mulai membaik. Kakak aku udah diperbolehkan pulang. Tapi sayang, masih menyisakkan sedikit konflik dengan ibuku. Konflik itu tentang panduan minum obat buat Kakakku. Mungkin karena situasi ibu aku juga udah capek jadi ibu marah sama aku. Waktu itu aku cukup sakit hati tapi aku berusaha memahami posisi ibu aku. Meskipun begitu hari terus berjalan sampai kemudian berpindah ke awal tahun 2022.

****

Cerita ini akan aku lanjutkan di part 2.