UIN WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS PSIKOLOGI dan KESEHATAN
PRODI PSIKOLOGI
Penulis: Cynthia Septiandinny
(1807016002)
FAKULTAS PSIKOLOGI dan KESEHATAN
PRODI PSIKOLOGI
Penulis: Cynthia Septiandinny
(1807016002)
Kamis, 26 Maret 2020
VIRUS CORONA saat ini telah menginfeksi lebih dari 100
negara di dunia dan mengakibatkan 6.400 orang meninggal dunia. WHO pun telah
menyatakan virus Corona sebagai pandemi. Artinya, virus Corona telah menyebar
ke hampir seluruh dunia dan populasi dunia kemungkinan akan terkena infeksi
dari virus ini. Jadi, sebagian dari populasi dunia akan jatuh sakit. Virus
Corona atau COVID-19 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan manusia.
Virus ini masih berhubungan dengan penyebab SARS dan MERS yang sempat merebak
beberapa tahun lalu.
Corona virus (coronaviruses Covid 19) dilaporkan telah menyebar lebih di
102 negara di dunia dengan total kasus positif mencapai 110.000-an orang.
Penyebaran awalnya terjadi di wilayah daratan Tiongkok yakni 80.735, disusul
Korea Selatan 7.382 kasus dan kini 579 (data bisa berubah sewakt-waktu) orang
terpapar virus corona di Indonesia.
Membaca berita soal virus corona Covid-19 setiap hari mungkin membuat
banyak dari kita merasa memiliki gejala serupa. Tiba-tiba badan meriang,
tenggorokan kering maupun sesak napas. Pada sisi lain, ternyata ada juga
kalangan yang kecemasannya semakin menjadi meningkat seiring tumpah ruahnya informasi tentang
Covid-19. Ketidakjelasan informasi, antara fakta dan hoaks, membuat
orang-orang semakin risau akan kondisi kesehatan mereka.
Ketika khawatir tentang virus corona, tubuh dapat menciptakan apa yang
terasa seperti gejala. Hal ini kemudian dapat membuat seseorang berpikir
benar-benar terjangkit virus corona yang pada akhirnya akan mengarah pada lebih
banyak kecemasan dan gejala yang memburuk. Sebagai contoh, peringatan untuk tidak menyentuh hidung justru membuat
orang “sadar” bahwa ada timbunan virus di hidungnya. Saat diimbau untuk
mengecek suhu badan, orang malah tiba-tiba merasa demam. Bahkan ketika bagian
tubuh tertentu terasa kurang nyaman, dan belum ada informasi apa pun yang dapat
dijadikan rujukan tentang itu, orang justru yakin pada dirinya telah berkembang
gejala baru Covid-19.
Jika seseorang menderita serangan panik dan tiba-tiba mengalami nyeri
dada atau kesulitan bernapas tanpa sebelumnya disertai batuk atau demam, kecil
kemungkinan ia terinfeksi virus corona. Pikiran tidak dapat membedakan antara
bahaya nyata dan yang dirasakan. Ketika kita merasa terancam dan rentan,
adrenalin mengalir ke seluruh tubuh, menyebabkan peningkatan kecemasan dan
sering memicu nyeri dada, sesak napas dan merasa terlalu panas. Jika Anda
memiliki riwayat kecemasan dan serangan panik, ingatkan diri bahwa kemungkinan
besar gejala tersebut bersifat psikosomatis, bukan karena terserang virus. Ketika
Anda merasa kewalahan dan gejala fisik muncul, berhentilah sejenak dan cobalah
beberapa teknik pernapasan. Jika gejala Anda mereda setelah tubuh lebih rileks,
dapat diyakini bahwa itu disebabkan oleh panik, bukan virus corona.
Lalu apa sih kecemasan dan psikosomatik itu?
Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan
ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif .
Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan
tidak sama dengan ketakutan.
Gejala somatik :
- Keringat berlebih.
- Ketegangan pada otot skelet: sakit kepala, kontraksi pada bagian belakang leher atau dada, suara bergetar, nyeri punggung.
- Sindrom hiperventilasi: sesak nafas, pusing, parestesi.
- Gangguan fungsi gastrointestinal: nyeri abdomen, tidak nafsu makan, mual, diare, konstipasi.
- Iritabilitas kardiovaskuler: hipertensi, takikardi.
- Disfungsi genitourinaria: sering buang air kecil, sakit saat berkemih, impoten, sakit pelvis pada wanita, kehilangan nafsu seksual.
Gejala psikologis :
Gangguan mood: sensitif sekali, cepat
marah, mudah sedih.
- Kesulitan tidur: insomnia, mimpi buruk, mimpi yan berulangulang.
- Kelelahan, mudah capek.
- Kehilangan perasaan yang tidak nyata.
- Sangatgan motivasi dan minat.
- Perasaan sensitif terhadap suara: merasa tak tahan terhadap suara-suara yang sebelumnya biasa saja.
- Berpikiran kosong, tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa.
- Kikuk, canggung, koordinasi buruk.
- Tidak bisa membuat keputusan: tidak bisa menentukan pilihan bahkan untuk hal-hal kecil.
- Gelisah, resah, tidak bisa diam.
- Kehilangan kepercayaan diri.
- Kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang.
- Keraguan dan ketakutan yang mengganggu.
- Terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan.
Sedangkan psikosomatik adalah gangguan dengan gejala-gejala yang
menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya hubungan yang erat antara
peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ganggaun psikosomatis terjadi pada seseorang yang mempunyai organ yang
secara biologis sudah peka atau lemah. Misal; lemah pada kepala maka akan
mengalami migran, lemah pada pencernaan maka akan mengalami psikosomatis maag.
Bagaimana solusinya agar Anda tidak self diagnose?
- Carilah informasi seputar perkembangan virus corona Covid-19, kesehatan dan penanganan virus dari portal berita yang kredibel. Pastikan Anda memiliki banyak sumber agar tidak mudah termakan informasi hoaks.
- Berhubungan dengan teman atau orang yang dicintai melalui panggilan telepon, video atau chatting. Teknologi modern sekarang ini sudah cukup membantu Anda tetap terhubung baik dan terasa dekat dengan orang di luar.
- Ada pula aktivitas yang baiknya Anda kurangi saat mengisolasi diri, jangan terlalu sering mengonsumsi informasi virus corona Covid-19.
- Anda cukup melihat informasi seputar corona Covid-19 saat pagi hari dan malam hari sebelum tidur. Cara seperti ini berfungsi mencegah Anda "overdosis" informasi dan akhirnya makin khawatir.
Data diri Penulis :
Cynthia Septiandinny lahir di Batang Jawa Tengah pada tanggal 07 September 2000. Saat ini sedang berkuliah di UIN Walisongo Semarang Fakultas Psikologi dan Kesehatan prodi Psikologi semester 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar