Berita HITZ

27 Maret 2020

Eliminasi Kepanikan Massa Terhadap COVID – 19

UIN WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS PSIKOLOGI dan KESEHATAN 
PRODI PSIKOLOGI
Penulis : Tasya Safitri
(1807016015)

Coronavirus atau COVID – 19 merupakan jenis virus baru yang muncul pertama kali di Wuhan, China. Virus ini termasuk cepat penularannya, karena menular antar manusia melalui tetesan cairan pernapasan melalui tangan atau sesuatu yang padat. Ketika orang orang yang sehat memiliki kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus ini, kemudian memegang wajah atau bagian lain maka virus tersebut akan masuk kedalam tubuh manusia atau orang tersebut. Sebutan COVID – 19 merupakan istilah yang digunakan untuk virus baru ini, dilansir dari the sun COVID – 19 merupakan singkatan dari Corona (CO), Virus (VI), Disease (D) dan tahun 2019 (19), yang ditemukan pertama kali pada tahun 2019. Sebelum menggunakan istilah COVID – 19, para ahli menyebutnya dengan Coronavirus. 2019 – nCoV yang mengacu pada novel Coronavirus. Coronavirus baru disebut 2019 – nCoV. Sehingga sekarang virus baru ini disebut dengan COVID – 19. 


Coronavirus itu sendiri merupakan keluarga besar virus yang berbentuk seperti matahari dan bisa menyebabkan penyakit dari flu sampai penyakit pernapasan yang parah. Sejak pertama terdeteksi di Wuhan China, virus ini telah menyebar luas baik di China itu sendiri dan sampai ke negara – negara lain. Saat ini ada 115 negara yang terkena wabah COVID – 19 setelah beberapa minggu ditemukan, sehingga badan kesehatan dunia atau WHO mengumumkan wabah coronavirus atau COVID – 19 sebagai pandemic global. Pandemi adalah suatu wabah baru yang menyebar secara global atau diseluruh dunia melampaui kewajaran. Selain itu COVID – 19 memiliki gejala khas yaitu batuk, demam , kesulitan bernapas, nyeri otot hingga kelelahan. Pada kasus yang parah COVID – 19 dapat menyebabkan pneumonia berat, sindrom gangguan pernapasan akut, sepsis, dan syok septik. Saat ini orang yang telah terinfeksi COVID – 19 atau Coronavirus di Indonesia ada 893 kasus positif, kemudian 35 orang sembuh dan 58 orang meninggal pada Kamis, 26 Maret 2020. Serta di dunia saat ini pada Kamis, 26 Maret 2020 pukul 10.29 WIB jumlahnya bertambah ada 473.137 kasus, dimana jumlah kematian mencapai 21.336 pasien sedangkan yang dinyatakan sembuh ada 114.779 orang. Sedangkan negara yang terjangkit saat ini ada 198 negara. 

Pandemi ini membuat kepanikan di masyarakat. Kepanikan yang terjadi pada masyarakat membuat ketidaknormalan perilaku masyarakat. Hal ini dapat terlihat adanya fenomena warga atau masyarakat berbondong – bondong  membeli kebutuhan pokok atau biasa disebut panic buying. Seorang dokter spesialis penyakit menular, yaitu dr. Abdu Sharkawy mengatakan bahwa kepanikan warga itu lebih berbahaya dari virus itu sendiri. Ia juga menyampaikan bahwa menimbun tidak akan membantu, karena mengingat tingkat kesembuhan dari COVID – 19 cukup tinggi dari kasus yang ada. Serta penularan sering terjadi karena kontak tangan antar individu. Banyak dokter atau tim medis yang menyarankan untuk sering mencuci tangan dan menjaga kesehatan. Beberapa masyarakat menjadi panik karena mengingat virus mudah menular dan belum memiliki vaksin atau anti virus karena tergolong baru. Sekarang banyak peneliti yang sedang melakukan penelitian untuk menemukan vaksin dari COVID – 19. Menurut WHO vaksin untuk COVID – 19 sedang diteliti dan ditargetkan siap dalam 18 bulan kedepan, untuk menekan penyebaran virus ini WHO mengeluarkan protokol kesehatan untuk menangani dan menghadapi COVID – 19.

Untuk mendukung kebijakan ini beberapa negara melakukan kebijakan seperti lockdown, isolasi, dan lain – lain. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penularan virus ini. Di Indonesia sendiri upaya pemerintah untuk menekan penularan virus ini ada beberapa dari mengganti kegiatan kerja langsung menjadi online, mengganti kegiatan belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi secara online, dan tidak lupa menghimbau masyarakat untuk tidak berpergian jika tidak penting, serta menyiapkan beberapa rumah sakit rujukan dan menyiapkan semua kebutuhan medis seperti APD dan lainnya. Serta menghibau masyarakat untuk melakukan social distance. Serta mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tidak menimbun barang – barang atau kebutuhan pokok. 

Dalam situasi seperti ini tidak heran jika banyak kalangan masyarakat yang mengalami kepanikan. Dalam psikologi kepanikan ini timbul dari kecemasan, arti dari kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda system saraf hiperaktif. Kecemasan sendiri memiliki sumber yang besar namuntidak diketahui sedangkan ketakutan didasari dari respon emosional terhadap ancaman atau bahaya dari luar yang direspon secara sadar. Sehingga untuk mengurangi kepanikan dan kecemasan masyarakat beberapa psikolog dan organisasi psikologi membuka layanan konseling untuk membantu masyarakat menghadapai COVID – 19.  

Untuk mengurangi/eliminasi kecemasan masyarakat perlu langkah-langkah kongkrit dan terencana oleh pemerintah yang didukung masyarakat. Pertama, sosialisasi yang masih kepada seluruh masyarakat tentang COVID-19 secara mendetail. Kedua, adanya media center dan keterbukaan dari pemerintah, sehingga masyarakat mendapatkan info yang valid terkait perkembangan COVID-19. Masyarakat sendiri harus menjauhkan dari berita-berita hoaks yang menyesatkan, sehingga kepanikkan terkurangi. Ketiga, mengupayakan pola hidup sehat dan mentaati seluruh aturan pemerintah. Dengan demikian penanganan virus dapat secara menyeluruh. Keempat, kita sebagai mahkluk Allah SWT harus memaknai kejadian untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya. Kejadian ini tidak hanya dilihat dari segi negatifnya, tetapi juga ditinjau dari positifnya. Semoga kejadian ini dapat segera teratasi dan kehidupan masyarakat dapat berjalan seperti sedia kala.

Gejala Corona or psikosomatik?



UIN WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS PSIKOLOGI dan KESEHATAN 
PRODI PSIKOLOGI
Penulis : Nisa Azzahra
(1807016003)

COVID19

Pada saat kita mendengar berita mengenai virus corona atau COVID19 seketika akan merasakan gejala tersebut seperti tenggorokan gatal, hidung tersumbat, badan terasa nyeri, suhu tubuh terasa demam padahal suhu terbilang normal. Itu merupakan reaksi psikosomatik.



Salah satu yg membuat reaksi ini bisa timbul adalah KECEMASAN kita yang dipicu oleh berita-berita yang terus menerus terkait COVID19 ini.

Dalam buku Psychiatric Mental HealtNursing (2006) Somatofrom Disorder merupakan interaksi yang kompleks antara pikiran dan tubuh dan menyebakan penderita mengalami gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan dan sering kali juga pasien mengalami gangguan jiwa lainnya. Dalam PPDGJ III gangguan Somatofrom mempunyai ciri utama yaitu adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.

Mekanisme terjadinya psikosomatis oleh Maramis (2004) dijelaskan bahwa, ketika ada suatu stimulus emosi datang pada diri individu kemudian akan ditangkap oleh pancaindera, stimulus tersebut diteruskan ke sistem limbik yang merupakan pusat emosi. Dari sistem limbik, emosi disadari dan kemudian diambil keputusan-keputusan untuk mengambil tindakan-tindakan, yang kemudian diekspresikan, lalu muncul perintah-perintah dari sistem limbik yang disalurkan melalui thalamus dan hipotalamus ke organ-organ yang kemudian diekspresikan dalam berbagai bentuk seperti gejala tubuh yang membuat tidak nyaman.

Jika dirasa stimulus tersebut berbahaya bagi individu, maka akan menimbulkan reaksi psikis yang berujud ketegangan emosi yang diikuti oleh aktifitas organ tubuh secara hiperaktif, misalnya detak jantung yang bertambah cepat, ketegangan otot atau meningkatnya tekanan darah. Apabila gangguan tersebut berlangsung terus-menerus maka dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh, sehingga terjadilah psikosomatis (Muchlas dalam Aji, 2001).

Amygdala atau pusat rasa cemas sekaligus memori kita jadi terlalu aktif bekerja, akhirnya kadang dia tidak sanggup mengatasi kerja berat itu. Amygdala yang bekerja berlebihan ini juga mengaktifkan sistem saraf otonom secara berlebihan, kita jadi selalu dalam kondisi FIGHT or FLIGHT atau siaga terus menerus. Ketidakseimbangan ini yang membuat gejala psikosomatik muncul sbg suatu reaksi untuk siap siaga menghadapi ancaman.

Faktor-faktor penyebab psikosomatis :

  1. Faktor sosial dan ekonomi
  2. Faktor perkawinan atau keluarga
  3. Faktor kesehatan
  4. Faktor psikologis


Pengaruh psikologis yang dapat menyebabkan muncul maupun memperparah penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh stressor. Stres psikologis yang disebabkan karena berita COVID19 yang menyebar dengan cepat dapat menyebabkan reaksi psikosomatik.

Gejala yang biasanya muncul saat mendengar berita COVID19 seperti tenggorokan gatal, hidung tersumbat, badan terasa nyeri, suhu tubuh terasa demam padahal suhu terbilang normal.

Beberapa tips menjaga kesehatan mental di tengah pandemik COVID-19, yang disarankan oleh PDSKIJAYA, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta dan WHO.


  1. Menerima bahwa rasa tidak nyaman yang muncul adalah kewajaran dan jangan terlalu dipikirkan karena itu akan memicu stres
  2. Komunikasi dengan orang yang dapat membuat Anda nyaman. Walaupun socialdistancing bukan berarti kita tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain.
  3. Terapkan pola hidup bersih sehat. Tidur teratur, aktivitas fisik yang bisa dilakukan dalam ruangan, cuci tangan secara berkala, relaksasi, dll
  4. Pantau informasi perkembangan keadaan dari sumber yang tepat dan tepercaya, misal dari WHO dan Kementerian Kesehatan. Hindari laporan media dan broadcastchat yang sumbernya tidak jelas dan cenderung mengkhawatirkan.
  5. Ketika ketidaknyamanan muncul, alihkan dengan aktivitas menyenangkan
  6. Jangan merokok, minum alkohol, atau narkoba untuk mengatasi perasaan tidak nyaman. 
  7. Jika Anda tak lagi bisa mengendalikan stres atau perasaan yang tidak nyaman segera berkonsultasi dengan profesioal seperti psikiater atau psikolog.

Sumber :








26 Maret 2020

Takut Terpapar Masyarakat menjadi Self Diagnose hingga Alami Psikosomatik

UIN WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS PSIKOLOGI dan KESEHATAN 
PRODI PSIKOLOGI

Penulis: Cynthia Septiandinny
(1807016002)

Kamis, 26 Maret 2020

VIRUS CORONA  saat ini telah menginfeksi lebih dari 100 negara di dunia dan mengakibatkan 6.400 orang meninggal dunia. WHO pun telah menyatakan virus Corona sebagai pandemi. Artinya, virus Corona telah menyebar ke hampir seluruh dunia dan populasi dunia kemungkinan akan terkena infeksi dari virus ini. Jadi, sebagian dari populasi dunia akan jatuh sakit. Virus Corona atau COVID-19 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan manusia. Virus ini masih berhubungan dengan penyebab SARS dan MERS yang sempat merebak beberapa tahun lalu.

Corona virus (coronaviruses Covid 19) dilaporkan telah menyebar lebih di 102 negara di dunia dengan total kasus positif mencapai 110.000-an orang. Penyebaran awalnya terjadi di wilayah daratan Tiongkok yakni 80.735, disusul Korea Selatan 7.382 kasus dan kini 579 (data bisa berubah sewakt-waktu) orang terpapar virus corona di Indonesia.

Membaca berita soal virus corona Covid-19 setiap hari mungkin membuat banyak dari kita merasa memiliki gejala serupa. Tiba-tiba badan meriang, tenggorokan kering maupun sesak napas. Pada sisi lain, ternyata ada juga kalangan yang kecemasannya semakin menjadi meningkat  seiring tumpah ruahnya informasi tentang Covid-19. Ketidakjelasan informasi, antara fakta dan hoaks, membuat orang-orang semakin risau akan kondisi kesehatan mereka.

Ketika khawatir tentang virus corona, tubuh dapat menciptakan apa yang terasa seperti gejala. Hal ini kemudian dapat membuat seseorang berpikir benar-benar terjangkit virus corona yang pada akhirnya akan mengarah pada lebih banyak kecemasan dan gejala yang memburuk. Sebagai contoh, peringatan untuk tidak menyentuh hidung justru membuat orang “sadar” bahwa ada timbunan virus di hidungnya. Saat diimbau untuk mengecek suhu badan, orang malah tiba-tiba merasa demam. Bahkan ketika bagian tubuh tertentu terasa kurang nyaman, dan belum ada informasi apa pun yang dapat dijadikan rujukan tentang itu, orang justru yakin pada dirinya telah berkembang gejala baru Covid-19.

Jika seseorang menderita serangan panik dan tiba-tiba mengalami nyeri dada atau kesulitan bernapas tanpa sebelumnya disertai batuk atau demam, kecil kemungkinan ia terinfeksi virus corona. Pikiran tidak dapat membedakan antara bahaya nyata dan yang dirasakan. Ketika kita merasa terancam dan rentan, adrenalin mengalir ke seluruh tubuh, menyebabkan peningkatan kecemasan dan sering memicu nyeri dada, sesak napas dan merasa terlalu panas. Jika Anda memiliki riwayat kecemasan dan serangan panik, ingatkan diri bahwa kemungkinan besar gejala tersebut bersifat psikosomatis, bukan karena terserang virus. Ketika Anda merasa kewalahan dan gejala fisik muncul, berhentilah sejenak dan cobalah beberapa teknik pernapasan. Jika gejala Anda mereda setelah tubuh lebih rileks, dapat diyakini bahwa itu disebabkan oleh panik, bukan virus corona.

Lalu apa sih kecemasan dan psikosomatik itu?

Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif . Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan.

Gejala somatik :

  1. Keringat berlebih.
  2. Ketegangan pada otot skelet: sakit kepala, kontraksi pada bagian belakang leher atau dada, suara bergetar, nyeri punggung.
  3. Sindrom hiperventilasi: sesak nafas, pusing, parestesi.
  4. Gangguan fungsi gastrointestinal: nyeri abdomen, tidak nafsu makan, mual, diare, konstipasi.
  5. Iritabilitas kardiovaskuler: hipertensi, takikardi.
  6. Disfungsi genitourinaria: sering buang air kecil, sakit saat berkemih, impoten, sakit pelvis pada wanita, kehilangan nafsu seksual. 

Gejala psikologis :
Gangguan mood: sensitif sekali, cepat marah, mudah sedih.
  1. Kesulitan tidur: insomnia, mimpi buruk, mimpi yan berulangulang.
  2. Kelelahan, mudah capek.
  3. Kehilangan perasaan yang tidak nyata.
  4. Sangatgan motivasi dan minat.
  5. Perasaan sensitif terhadap suara: merasa tak tahan terhadap suara-suara yang sebelumnya biasa saja.
  6. Berpikiran kosong, tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa.
  7. Kikuk, canggung, koordinasi buruk.
  8. Tidak bisa membuat keputusan: tidak bisa menentukan pilihan bahkan untuk hal-hal kecil.
  9. Gelisah, resah, tidak bisa diam.
  10. Kehilangan kepercayaan diri.
  11. Kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang.
  12.  Keraguan dan ketakutan yang mengganggu.
  13. Terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan. 

Sedangkan psikosomatik adalah gangguan dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya hubungan yang erat antara peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ganggaun psikosomatis terjadi pada seseorang yang mempunyai organ yang secara biologis sudah peka atau lemah. Misal; lemah pada kepala maka akan mengalami migran, lemah pada pencernaan maka akan mengalami psikosomatis maag.

Bagaimana solusinya agar Anda tidak self diagnose?

  1. Carilah informasi seputar perkembangan virus corona Covid-19, kesehatan dan penanganan virus dari portal berita yang kredibel. Pastikan Anda memiliki banyak sumber agar tidak mudah termakan informasi hoaks.
  2. Berhubungan dengan teman atau orang yang dicintai melalui panggilan telepon, video atau chatting. Teknologi modern sekarang ini sudah cukup membantu Anda tetap terhubung baik dan terasa dekat dengan orang di luar.
  3. Ada pula aktivitas yang baiknya Anda kurangi saat mengisolasi diri, jangan terlalu sering mengonsumsi informasi virus corona Covid-19.
  4. Anda cukup melihat informasi seputar corona Covid-19 saat pagi hari dan malam hari sebelum tidur. Cara seperti ini berfungsi mencegah Anda "overdosis" informasi dan akhirnya makin khawatir.

Data diri Penulis :

Cynthia Septiandinny lahir di Batang Jawa Tengah pada tanggal 07 September 2000. Saat ini sedang berkuliah di UIN Walisongo Semarang Fakultas Psikologi dan Kesehatan prodi Psikologi semester 4.